25/05/18

Majalah Internal

Majalah internal atau in-house magazine dalam Bahasa Inggris, banyak dibuat oleh berbagai organisasi dan perusahaan. Media internal ini bisa berupa media cetak, maupun media digital (situs internet atau file pdf yang dikirimkan lewat email).

BENTUK MEDIA INTERNAL

Menurut Frank Jefkins:
The sales bulletin
The Newsletter
The Magazine
Tabloid Newsletter
The Wall Newspaper

Menurut M. Linggar Anggoro
Newsletter
Koran atau Tabloid
Majalah Dinding
Majalah
Cetakan Khusus



Pengantar

Model “Uses and Gratifications”
Model ini menyatakan bahwa kebutuhan manusia baik secara psikologis maupun sosial, yang menimbulkan harapan tertentu pada media massa atau sumber-sumber. Latar belakang ini membentuk pola terpaan media yang berlainan, pola pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.

Pendekatan ini secara kontras membandingkan efek dari media dan bukan ‘apa yang media lakukan pada pemirsanya’. Model ini merupakan kritik akan Teori Jarum Hipodermik, yang menganggap khalayak sebagai objek pasif yang hanya menerima apa yang diberi media.

Kebutuhan manusia berdasarkan motif yang berbeda-beda. Dengan kata lain, setiap orang memiliki latar belakang, pengalaman dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini, tentunya berpengaruh pula kepada pemilihan konsumsi media mereka.  Khalayak dianggap aktif, dimana penggunaan media massa diasumsikan memiliki tujuan.

Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif yang mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media oleh khalayak. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber sehubungan dengan pemuasan kebutuhan. Pemilihan media dan sumber-sumber lain sangat bergantung kepada khalayak yang bersangkutan. Banyak tujuan pemilihan media massa disimpulkan dari data yang diberikan khalayak. Terdapat berbagai pertimbangan dalam pemilihan media massa secara spesifik seputar kebutuhan khalayak.

Dalam Teori "Uses and Gratifications" ditekankan khalayak secara aktif menentukan media mana yang dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Media massa sebagai institusi sumber informasi tidak lagi dominan. Khalayak-lah yang menggerakkan media massa untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan mereka. Khalayak mempunyai otoritas personal untuk menentukan akan mengkonsumsi media apa, sesuai dengan motivasinya.

Ada 3 (tiga) fungsi penting dalam Teori "Uses and Gratifications" yang mempengaruhi bagaimana khalayak menggunakan media, antara lain:

  1. Fungsi Mengawasi. Dalam masyarakat modern, pengawasan dan kewaspadaan disediakan oleh media massa, yang dapat mengawasi dan memantau lingkungan global dan lokal untuk mendapatkan informasi yang membantu orang menentukan kepuasan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.
  2. Fungsi Sosialisasi Mencari informasi adalah sifat alami setiap manusia yang membantu mereka bisa di terima orang lain di masyarakat. Fungsi sosialisasi ini adalah proses yang tidak akan berhenti dan selalu berhubungan dengan media. Pada dasarnya, untuk bersosialisasi dengan orang lain, kita pastinya membutuhkan informasi tentang apa yang akan kita sosialisasikan dengan orang lain.
  3. Fungsi Diversi. Fungsi diversi atau pengalihan berfungsi untuk pengalihan diri seseorang dari kemajuan sehari-hari melalui media massa, misalnya dengan menonton acara televisi, sinetron, berita, acara olah raga.
Pendekatan "Uses and Gratifications merupakan model yang digambarkan sebagai a dramatic break with effects tradition of the past yang dinyatakan David L. Swanson (1979). Pendekatan ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang, tetapi tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sini timbul istilah “uses and gratifications”, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan.

Dalam asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna (utility); bahwa konsumsi media diarahkan oleh motif (intentionality); bahwa perilaku media mencerminkan kepentingan dan preferensi (selectivity); dan bahwa khalayak sebenarnya kepala batu (stubborn). Karena penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan psikologis, efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi.

Konsep dasar pendekatan ini diringkas oleh para pendirinya (Katz, Blumler dan Gurevitch). Dengan pendekatan ini yang diteliti ialah (1) sumber sosial dan psikologis dari (2) kebutuhan, yang melahirkan (3) harapan-harapan dari (4) media massa atau sumber-sumber yang lain, yang menyebabkan (5) perbedaan pola terpaan media (atau keterlibatan dalam kegiatan lain), dan menghasilkan (6) pemenuhan kebutuhan dan (7) akibat – akibat lain, bahkan sering kali akibat – akibat yang tidak dikehendaki.


Penggolongan Kebutuhan Individu dan Manfaat Media
Katz, Blumler dan Gurevitch (1974), mengutip dua peneliti  Swedia yang pada tahun 1968 mengusulkan suatu "uses and gratifications", yang mencakup unsur-unsur berikut:
  • Khalayak dipandang bersikap aktif, artinya peranan penting manfaat media massa diasumsikan berorientasi pada sasaran. 
  • Dalam proses komunikasi massa, banyak inisiatif pengaitan antara gratifikasi kebutuhan dan pemilihan media yang terletak pada khalayak.
  • Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain.

Lima kategori kebutuhan sebagai berikut:
  1. Kebutuhan kognitif. Memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman.
  2. Kebutuhan afektif. Emosional, pengalaman menyenangkan atau estetis.
  3. Kebutuhan integratif personal. Memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri, stabilitas dan status.
  4. Kebutuhan integratif sosial. Mempererat hubungan dengan keluarga, teman dan sebagainya.
  5. Kebutuhan pelepasan ketegangan. Pelarian dan pengalihan.

Pendekatan "uses and gratifications", mengingatkan kita hal yang sangat penting; tujuan orang menggunakan media dengan berbeda-beda. Pada tataran yang lebih luas, pendekatan ini menunjukkan bahwa pengguna komunikasi massa memegang kendali. Pendekatan ini bertentangan dengan anggapan bahwa khalayak pasif dan persuasi yang mendominasi banyak penelitian sebelumnya. Pendekatan ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman seiring dengan semakin berkembangnya informasi digital dan para pengguna media dihadapkan dengan lebih banyak pilihan.

Pendekatan manfaat dan gratifikasi seyogyanya mengarahkan perhatian para audien komunikasi massa. Brenda Dervin (1980) merekomendasikan bahwa perkembangan kampanye informasi dimulai dengan kajian calon pengguna informasi dan pertanyaan – pertanyaan yang berusaha dijawab orang itu untuk menalar dunia ini. Para perancang media di berbagai bidang hendaknya lebih banyak melakukan penelitian terhadap calon audiennya maupun terhadap gratifikasi yang ingin diperoleh para audien tersebut. (Severin – Tankard)

Ada 2 syarat isi dari sebuah media korporasi dituntut untuk memenuhi:

  • Isi setiap edisi perlu dipertahankan untuk agar selalu sesuai dengan tujuan penerbitan.
  • Setiap edisi penerbitan harus selalu baru dan lebih menarik dari edisi sebelumnya.


Kategori informasi dalam sebuah media:
Berdasarkan sumber

  • Lingkup Manajemen. Adalah berbagai peristiwa yang terjadi pada lingkup dunia kerja seperti: produktivitas, kesejahteraan karyawan, professionalisme, etos kerja, karier, kontrol kualitas, Marketing, dan sebagainya.
  • Lingkup Non-Manajemen. Adalah peristiwa atau masalah diluar dunia kerja seperti: olahraga, hobby, kesehatan, dll.

Berdasarkan Fungsi

  • Fungsi Informatif. Bila Materi yang disajikan menambah pengetahuan baru yang berguna untuk mengurangi ketidaktahuan dan ketidakjelasan.
  • Fungsi Edukatif. Bila materi yang disajikan memperkenalkan cara baru mengatasi suatu masalah.
  • Fungsi Menghibur. Bila materi yang diberikan memberikan ganjaran psikologis.

Berdasarkan Jenis Realitas

  • Realitas Sosiologis. Hal ini diperoleh berdasarkan pengalaman langsung atau pengamatan langsung seseorang terhadap suatu peristiwa faktual.
  • Realitas Psikologis. Hal ini merupakan hasil rekaan pikiran seseorang (interpretasi) terhadap peristiwa faktual. Sedangkan orang tersebut tidak berada atau melihat peristiwa tersebut secara langsung.

Berdasarkan Sifat

  • Informasi Faktual. Info yang diperoleh berdasarkan peristiwa nyata yang terjadi, seperti berita atau feature.
  • Informasi Faksional. Info yang diperoleh berdasarkan pendapat seseorang terhadap sesuatu fakta yang terjadi, seperti artikel.
  • Informasi Fiksional. Info hasil rekaan seseorang secara murni seperti cerpen.

Berdasarkan Lokasi Kejadian

  • Informasi peristiwa di kantor pusat
  • Informasi peristiwa di kantor cabang
  • Informasi peristiwa di luar kantor institusi

Berdasarkan Format

  • Berita. Laporan tertulis dari suatu peristiwa, ciri pokoknya adalah seluruh materi yang ditulis berdasarkan fakta.
  • Artikel. Adalah tulisan yang merupakan buah pikiran penulis. Dapat berupa ulasan tentang suatu peristiwa dari sisi baik maupun buruk.
  • Fiksi. Adalah tulisan berdasarkan rekaan penulis dari kisah yang tidak nyata.
  • Bagan dan foto. Info yang disajikan lewat visual.


Majalah
Pengertian majalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan dan sebagainya, serta menurut pengkhususan isisnya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu dan sebagainya.

Kekuatan

  • Khalayak sasaran: sangat khusus.
  • Penerimaan khalayak: mampu mengangkat nama atau citra produk yang diiklankan sejajar dengan persepsi khlayak sasaran terhadap prestise majalah yang bersangkutan.
  • Long life span: biasanya dibaca dalam jangka waktu lama dan sering digunakan sebagai referensi khusus.
  • Kualitas visual: biasanya sangat prima, karena pada umumnya dicetak di atas kertas berkualitas tinggi.


Kelemahan

  • Fleksibilitasnya terbatas: pemesanan iklan kebanyakan harus dilakukan jauh hari sebelum majalah terbit.
  • Biaya tinggi: iklan relatif lebih mahal jika dibandingkan iklan di surat kabar, apalagi jika khalayak yang dijangkau tidak terseleksi.
  • Distribusi: Peredaran majalah dianggap lambat dibanding surat kabar.


Sebagai media internal, majalah merupakan sarana komunikasi efektif yang mampu
mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan. Artinya, melalui media ini
PRO berupaya untuk membina hubungan komunikasi masyarakat internal dengan
menjadi corong informasi para karyawan kepada pihak perusahaan atau mampu
bertindak sebagai mediator dari perusahaan (pimpinan) terhadap karyawannya
(Ruslan 2001 : 266). Kemudian pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan baik secara kuantitas maupun kualitas dalam bentuk produk barang
atau pemberian jasa yang ditawarkan kepada publik sebagai sasarannya.

Definisi In House Magazine (Majalah Internal)
In House Magazine atau Company Magazines adalah majalah internal sebuah lembaga/perusahaan. Desain atau tampilan dan rubrikasinya seperti majalah umum/komersil, namun isinya tentang informasi seputar “dapur” lembaga. Mengelola In House Magazine, juga Newsletter, sama dengan proses manajemen media massa pada umumnya, yakni melalui proses redaksional dan membutuhkan keterampilan meliput dan menulis berita layaknya wartawan.

Proses redaksional dimaksud adalah tahapan perencanaan (planing) –penentuan visi, misi, logo, moto, rubrikasi, editorial policy, dan style book; pengorganisasian (organizing) –penetapan susunan organisasi redaksi (pemred hingga reporter dan layouter); pelaksanaan (acting) –aktivitas jurnalistik seperti perencanaan liputan (rencana isi), peliputan, penulisan, editing, dan desain grafis, dan pengawasan (controling) –pengawasan dan evaluasi proses dan hasil kerja yang sudah dilaksanakan.*
Fungsi Media Internal (Rosady Ruslan):
Media hubungan komunikasi internal dan ekstrenal dalam upaya pencapaian pesan-pesan perusahaan kepada pemilik (shareholder), khlayaak terkait (stakeholder) mengenai aktivitas perusahaan, manfaat produk barang dan jasa.
Ajang komunikasi antar karyawan. Misalnya: kegiatan usaha, wisata, kegiatan karyawan.
Media bagi staf PR dalam tulis menulis
Nilai tambah bagi PR untuk menerbitkan in house journal yang bermutu, terbit berkala dan teratur, penmapilan profesional, lay out dan isi yang ditata apik, cover menarik.

Publik Media Internal
Pegawai/ anggota
Distributor
Pemasok/mitra usaha
Investor
Konsumen
Pemerintah
Masyarakat
Tokoh berpengaruh
Kegiatan Media Internal
Menetapkan target dasar dan tujuan dari media internal
Memperhitungkan sumberdaya manusia dan biaya untuk pelaksanaan media internal
Menetapkan skala prioritas untuk waktu operasi serta optimalisasi penggunaan tenaga kerja, dan berbagai sumberdaya lainnya.
Menentukan kelayakan pelaksanaan setiap upaya yang hendak dilakukan sesuai dengan dana, staf, serta kecukupan peralatan yang ada.

Karakteristik Media Internal
Jangkauan serta pembaca humas internal harus dikenali karena akan mempengaruhi gaya dan kandungan isi jurnal. Besar kecilnya kuantitas penerbitan akan mempengaruhi metode produksi dan kualitas materi maupun kandungan isinya. Jurnal harus diterbitkan secara berkala dan teratur dan memiliki tanggal publikasi yang tetap. Biasanya isi jurnal berisi uraian hal-hal yang sudah terjadi
Setiap jurnal hendaknya memiliki ciri khas berkaitan dengan isinya. Jurnal internal harus disesuaikan dengan keseluruhan program humas dan jadi wahana untuk mencapai khalayak yang hendak dituju.




22/03/17

Pengendalian dan Pengelolaan Krisis

Dalam bukunya "Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra", Rosady Ruslan menyatakan bahwa pada saat krisis melanda perusahaan atau organisasi, sebagai tindakan korektif ada beberapa tahapan langkah strategi atau kiat penanggulangan krisis 

1) Mengidentifikasi krisis
2) Menganalisis krisis
3) Mengatasi krisis
4) Mengevaluasi krisis


1. Mengidentifikasi Krisis
Langkah ini merupakan penetapan untuk mengetahui (mengidentifikasi) suatu masalah krisis. Ini penting untuk melihat secara jelas faktor penyebab (factfinding) timbulnya krisis.

Mengidentifikasi suatu faktor penyebab terjadinya krisis berfungsi untuk mengetahui, apakah public relations atau perusahaan dapat menangani krisis yang terjadi itu segera atau tidak. Seperti seorang dokter mendiagnosis suatu penyakit pada pasiennya, untuk mengetahui apakah bisa disembuhkan, dikurangi penyakitnya atau sama sekali tidak bisa disembuhkan.

Bila krisis tersebut sulit untuk diatasi, membuang waktu, tenaga, dan biaya maka PR melihat segi lain dari krisis tersebut yang persoalannya tidak terbayangkan sebelumnya, yakni biasanya suatu perusahaan yang terkena krisis atau musibah disertai kemunculan masalah lain yang tidak diduga sebelumnya.
Oleh karena itu, faktor utama penyebab krisis yang signifikan tersebut harus terlebih dahulu diidentifikasikan, untuk diambil tindakan atau langkah-langkah penanggulangan atau jalan keluarnya secara tepat, cepat dan benar.


2. Menganalisis Krisis
Mungkin perlu pengembangan dalam menggunakan formula 5W + 1H untuk mengung-kapkan dan menganalisis secara mendalam sistematis, informatif dan deskriptif krisis yang terjadi melalui suatu laporan yang mendalam (in-depth reporting).

Pada saat prakrisis atau masa akut krisis, bisa dianalisis melalui beberapa pertanyaan yang diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:
a) What - Apa penyebab terjadinya krisis itu
b) Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi
c) Where and when – Dimana dan kapan krisis tersebut mulai
d) How far – Sejauh mana krisis tersebut berkembang 
e) How – Bagaimana krisis itu terjadi
f) Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk suatu tim penanggulangan krisis

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana perkembangan krisis itu terjadi, di mana mulai terjadi hingga siapa-siapa personel yang mampu diajak untukn mengatasi krisis tersebut. Langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mengatasinya melalui analisis lapangan secara logis, informatif dan deskriptif.

Setelah itu, PR beserta “team work yang solid” menarik suatu kesimpulan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif selanjutnya mengambil rencana tindakan (action plan) berikutnya baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek, misalnya pada kasus biskuit beracun yang terjadi di pasar dan beberapa anggota keluarga konsumen tercatat sebagai korbannya. Tindakan pertama (main action) dari pihak perusahaan adalah penarikan segera semua biskuit (product recall) di pasar, baik yang tercemar maupun tidak tercemar racun, untuk menghindarkan jatuhnya korban baru secara cepat dan tepat. Tindakan ini diambil bukan untuk melihat penyebab, tetapi menangani langsung dengan menarik produknya.

Tahap berikutnya, baru diidentifikasi awal terjadinya mulai dari mana (where) dan kapan (when) diketemukannya malapetaka tersebut. Lalu, sejauh mana perkembangan krisis tersebut di mata masyarakat dan pers. Sebaiknya tindakan pertama dan sekaligus cukup efektif, pihak perusahaan langsung menyantuni para korban. Cara tersebut merupakan salah satu peredam pendapat yang kontroversial dan mengurangi tekanan dan sorotan masyarakat yang berlebihan melalui tindakan simpatik. 

3. Mengatasi dan Menanggulangi Krisis 
Dalam hal ini perlu untuk mengetahui bagaimana dan siapa-siapa personel yang mampu diikutsertakan dalam suatu tim penanggulangan krisis. Mengatasi krisis dalam jangka pendek sudah disebutkan di atas, maka dalam jangka panjang, yaitu untuk selanjutnya bagaimana krisis tersebut tidak berkembang dan dicegah agar tidak terulang lagi di masa mendatang. Terjadinya malapetaka biskuit beracun tersebut, misalnya karena adanya pencampuran tidak sengaja antara karung bekas “potas” yang diisi tepung untuk bahan biskuit.

Informasi mengenai adanya ketidaksengajaan pencampuran antara bekas karung bubuk racun (potas) dengan tepung (contamination), perlu diungkapkan secara jelas kepada pihak masyarakat, khususnya pihak pers agar bisa memberitakan secara objektif dan jangan menutup-nutupi informasi yang sebenarnya (not to kill the information), akibatnya bisa fatal dan masalah pokoknya tidak akan selesai dengan tuntas.

Hal di atas tidak hanya akan merugikan nama, produk dan citra perusahaan bersangkutan, tetapi akan berdampak negatif ke perusahaan lainnya yang tidak bersalah sama sekali, melalui contagious mentality dari mulut ke mulut. Untuk mengatasinya, selain memberikan informasi yang sejelas-jelasnya, juga perlu diajak pihak ketiga, pejabat pemerintah yang berwenang dalam hal ini, tokoh masyarakat dan lainnya sebagai upaya menetralisasi terhadap tanggapan negatif dan kontroversial. Karena dianggap sebagai kekuatan, pihak ketiga berfungsi mengukuhkan perbaikan situasi dan kondisi krisis (the third party endorsement), secara tepat dan benar.

Kemudian, tindakan lainnya secara preventif dan antisipatif adalah memperbaiki sistem pengamanan agar lebih ketat dan terjamin dalam proses atau rangkaian produksi, mulai dari bahan baku, pengolahan hingga barang jadi untuk menghindarkan kejadian serupa di kemudian hari.


4. Mengevaluasi Krisis
Tindakan terakhir adalah mengevaluasi krisis yang terjadi. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana perkembangan krisis itu di dalam masyarakat. Apakah perkembangan krisis tersebut berjalan cukup lamban atau cepat, meningkat secara kuantitas maupun kualitas serta bagaimana jenis dan bentuk krisis yang terjadi?

Kasus yang terjadi cukup menarik perhatian pihak ketiga, seperti tanggapan, kritikan, bahkan kecaman dari sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, politik, pengamat dan pihak pers. Khususnya pihak pers, bila terjadi suatu persoalan krisis yang muncul (prakrisis) dan kemudian meledak menjadi krisis akbar, menjadi perhatian utama dengan pemberitaan yang gencar mengenai krisis itu akan cepat menarik perhatian dan sorotan masyarakat. Persoalan tidak akan selesai dan tuntas, tetapi malah menjadi beban perusahaan yang bersangkutan karena persoalan krisis yang sebenarnya tersamar dan menyeret persoalan lain yang tidak ada hubungannya dengan masalah pokok krisis.

Berita krisis tersebar luas tanpa kendali, dengan berbagai tanggapan dan pendapat yang tidak didukung oleh fakta yang objektif, kadangkala didramatisasi sedemikian rupa sehingga menarik perhatian (sensasional) bagi semua pihak. Untuk itu perlu tindakan pencegahan dan pengisolasian krisis, agar tidak meluas tanpa kendali dengan teknik PR dengan tujuan untuk mengantisipasi krisis yang terjadi.

21/03/17

Isu, Opini Publik, dan Krisis

Krisis memiliki bentuk yang beragam. Salah satu peristiwa yang berpotensi menjadi krisis adalah opini publik yang kurang menguntungkan. Sebelum kita melihat hubungan hubungan antara isu, opini publik dan krisis, tentu saja kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan opini publik. 

Menurut Scott Cutlip, Allen Center & Glen Broom, opini publik “mencerminkan sebuah konsensus, yang muncul setelah beberapa saat, dari seluruh pandangan yang ditujukan terhadap suatu permasalahan dalam diskusi, dan konsensus tersebut memiliki kekuatan”.

Opini publik bekerja dalam dua cara, yaitu sebagai sebab dan sekaligus sebagai akibat dari kegiatan public relations (PR). Opini publik yang dipegang teguh akan mempengaruhi keputusan manajemen. Sebaliknya, tujuan program PR adalah untuk mempengaruhi opini publik.

Sebagian besar masyarakat memiliki opini terhadap berbagai hal. Dan bila opini mereka digabungkan serta difokuskan oleh media massa, maka opini perorangan atau kelompok tersebut dapat menjadi sebuah opini publik. Media tidak mendikte apa yang masyarakat pikirkan, namun mereka menyediakan sarana untuk membahas permasalahan-permasalahan dan memperkuat pandangan ‘publik’ jika suatu masalah menjadi sorotan.

Bila kita kembali kepada pengertian dari isu sebagai “suatu masalah yang belum terpecahkan namun siap diambil keputusannya”, mulai terlihat benang merah dalam hubungan antara isu, opini publik dan krisis. Seperti sudah dibahas dalam materi sebelumnya, sebuah isu yang timbul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik di dalam maupun di luar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut di masa mendatang. Bila isu yang muncul tersebut tidak dikendalikan dan dikelola dengan baik, maka potensinya untuk menjadi krisis sangat besar. Suatu isu bisa berasal dari sebagian kecil populasi. Namun jika mereka tertarik terhadap masalah tersebut dan bersama-sama bergabung menjadi kelompok yang besar serta dibantu oleh media massa dalam memfokuskan masalahnya, maka isu tersebut akan berkembang, meluas di masyarakat sehingga menjadi isu publik yang dapat mempengaruhi kinerja atau target suatu bisnis.

Contohnya pada kasus pencemaran Teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Isu muncul dari luar perusahaan dan dari suatu populasi kecil, yakni penyakit gatal-gatal yang diderita oleh masyarakat sekitar teluk tersebut. Adanya lembaga swadaya masyrakat (LSM) - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) yang mengadakan penelitian di Teluk Buyat dan menemukan kandungan merkuri mencemari teluk tersebut dan menuding PT. NMR bertanggung jawab dalam kasus pencemaran lingkungan ini. Dengan bantuan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Kesehatan yang “mengompori” masyarakat sekitar PT. NMR dengan mengklaim bahwa penyakit gatal-gatal yang diderita oleh mereka berasal dari pencemaran Teluk Buyat. Masyarakat sekitar PT. NMR ini bersama-sama dengan LBH Kesehatan dan WALHI menuntut pertanggunganjawaban PT. NMR dalam masalah tersebut. Media massa mulai mengangkat issue tersebut sehingga liputan kasus ini semakin meluas. Ketidaksiapan PT. NMR dalam mengendalikan dan mengelola isu yang menyebabkan terjadinya krisis. Pemerintah sebagai otoritas kekuasaan menjadi terlibat dan pada akhirnya meminta PT. NMR menghentikan kegiatan operasionalnya agar isu ini mereda. Kasus ini menggambarkan hubungan antara isu, opini publik dan krisis.

15/03/17

Akibat dari Krisis

Dalam Rosady Ruslan (1999:73), disebutkan situasi krisis pada suatu perusahaan atau organisasi akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Meningkatkan intensitas masalah
  2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa, informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut.
  3. Mengganggu kelancaran kegiatan dan aktivitas bisnis sehari-hari serta mengganggu nama baik serta citra perusahaan.
  4. Merusak sistem kerja, etos kerja dan mengacaukan sendi-sendi perusahaan secara total yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan.
  5. Membuat masyarakat ikut-ikutan panik.
  6. Mengundang campur tangan pemerintah, yang mau tidak mau harus turut mengatasi masalah yang timbul.
  7. Dampak atau efek dari krisis tersebut, tidak saja merugikan perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat tertentu atau lainnya ikut merasakan akibatnya.

08/02/17

Penyebab Krisis

Mengenali jenis atau tipe krisis sangat penting. Dengan memahami jenisnya, praktisi humas atau public relations (PR) dapat menentukan langkah-langah yang perlu dilakukan oleh suatu lembaga sehubunfan dengan krisis yang sedang dihadapi. 

Berikut ini adalah beberapa tipe krisis berdasarkan dimensinya yang dikemukakan para pakar (Putra, 1999:90-94):
  • Sturges dkk. Dimensi violent-non violent dan dimensi sengaja-tak sengaja.
  • Shrivastava & Mitroff. Dimensi kerusakan yang dihasilkan (berat/ringan) dan dimensi penyebab krisis dari segi teknis dan sosial.
  • Marcus & Goodman. Dimensi tingkat kemungkinan ditolak dan berdasarkan keadaan korban krisis.
  • C.G. Linke. Dimensi waktu kemunculan sebuah krisis.

Berdasarkan penyebabnya, Shrivastava & Mitroff membagi krisis menjadi empat kategori:
  • Penyebab teknis dan ekonomis 
  • Penyebab manusiawi, organisatoris dan sosial. 
Berdasarkan tempat terjadinya, krisis bisa terjadi di dalam atau di luar organisasi. 


TIPOLOGI KRISIS


Dengan demikian, penyebab krisis menurut mereka dapat dikategorikan menjadi:
  • Karena kesalahan manusia (human error)
  • Karena kegagalan teknologi
  • Karena alasan sosial (kerusuhan, perang, sabotase, teroris)
  • Karena berkaitan dengan bencana alam
  • Karena ketidakbecusan manajemen

Sebuah krisis mungkin disebabkan hanya satu faktor, tetapi sangat sering terjadi krisis akibat kombinasi faktor-faktor di atas. Contohnya adalah kasus kecelakaan Bhopal di bulan Desember 1984. 40 ton gas beracun methyl isocyanate bocor dari tank penyimpan bawah tanah pada pabrik pestisida Union Carbide dan menewaskan 3000 orang serta ratusan ribu orang terkena radiasinya. Di sini, ada faktor kesalahan manusia karena membiarkan masuknya air ke dalam tank yang menyebabkan peledakan. Namun juga ada kegagalan teknologi akibat rancangan pabrik tersebut tidak memperhitungkan kemungkinan human error yang terjadi serta tidak berfungsinya mekanisme penyelamat. Faktor dominan penyebab ledakan tersebut adalah masalah manajerial berupa kurangnya prosedur penyelamatan serta kurangnya latihan operator. Secara sosial pun proyek ini kurang layak karena pemerintah India mengijinkan pabrik ini beroperasi di kawasan perkampungan yang padat.


Rosady Ruslan (1999:99-100) memberikan contoh berbagai situasi yang berpotensi menjadi krisis sebagai berikut:
  1. Masalah pemogokan atau perselisihan perburuhan.
  2. Produk kedapatan tercemar/terkontaminasi menjadi racun yang membahayakan masyarakat sebagai konsumennya.
  3. Desas-desus atau rumor dan meluasnya berita yang bersifat negatif atau terciptanya opini publik yang kurang menguntungkan.
  4. Masalah pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dan alam yang disebabkan ulah manusia, serta kecelakaan industri.
  5. Kredit macet, issue kalah kliring, likuidasi dan deposito akan dikonversikan menjadi obligasi di bank-bank pemerintah atau swasta yang pada akhirnya dapat terjadi rush sehingga menurun-kan kepercayaan dan citra perbankan nasional, krisis moneter serta berakibat resesi ekonomi.
  6. Kecelakaan industri atau jatuhnya sebuah pesawat yang mengakibatkann kerugian harta benda dan korban jiwa, serta menimbulkan peristiwa traumatik atas jasa perusahaan penerbangan bersangkutan.
  7. Perubahan peraturan perundangan-undangan atau kebijakan pemerintah yang menyebabkan pihak perusahaan mengalami kerugian atau kebangkrutan bisnis.
  8. Peristiwa menakutkan yang diakibatkan oleh serangan teroris, masalah sara, krisis moneter, sosial dan politik, sehingga menimbulkan kasus penjarahan, pembakaran, dan sebagainya yang berkait dengan masalah sensitif atau timbulnya kasus-kasus sangat peka lainnya di masyarakat.
  9. Kegagalan dari suatu kampanye, promosi periklanan atau publikasi menimbulkan dampak negatif; seperti adanya unsur penipuan, pelecehan dan penghinaan sehingga terjadi protes atau kecaman dari masyarakat luas.

Maria Wongsonagoro (1995:1) menjabarkan beberapa sebab terjadinya krisis yang beberapa di antaranya sudah disebutkan di atas:
  1. Krisis persepsi masyarakat, yakni negatifnya opini publik terhadap perusahaan.
  2. Krisis akibat pergeseran pasar yang terjadi dengan tiba-tiba dan perusahaan dapat kehilangan pangsa.
  3. Krisis yang menyangkut produk, entah itu akibat salah satu produksi atau produk terkena issue sehingga citranya jatuh, dan sebagainya.
  4. Krisis yang diakibatkan oleh pergeseran pimpinan.
  5. Krisis yang ditimbulkan oleh masalah keuangan.
  6. Krisis yang menyangkut hubungan industri, apakah itu urusan tenaga kerja, keselamatan kerja, lingkungan dan sebagainya.
  7. Krisis yang diakibatkan pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain dalam suasana permusuhan atau hostile takeover.
  8. Krisis yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa internasional yang berdampak negatif terhadap perusahaan.
  9. Krisis yang disebabkan oleh peraturan-peraturan baru yang digariskan oleh pemerintah atau deregulasi.
Bila perusahaan kita bergerak dalam bidang manufaktur (terutama jika ada produk-produk yang berhubungan dengan lingkungan dan medis), transportasi, produk makanan, penginapan dan konstruksi, resiko mengalami krisis sangat tinggi. Karena itu, bagi mereka yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di atas harus mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya krisis.




07/02/17

Peran Manajemen Kehumasan 3

Ruang lingkup aktivitas PR dalam suatu perusahaan atau organisasi, meliputi hal-hal berikut ini: 
  • Membina hubungan dengan publik internal. Publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit suatu perusahaan atau organisasi. Seorang praktisi PR harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif dalam masyarakat sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi. 
  • Membina hubungan dengan publik eksternal. Publik eksternal adalah publik umum (masyarakat), praktisi PR mengupayakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Peran PR bersifat dua arah yaitu berorientasi ke dalam dan keluar. 

Peran yang dilakukan PR tersebut dengan tujuan sasaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut : 

Membangun identitas perusahaan (building corporate identity) dan citra perusahaan (corporate image)
  • Menciptakan identitas dan citra perusahaan  yang positif. 
  • Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai pihak
Menghadapi krisis (facing of crisis) 
  • Menangani keluhan (complaint) dan menghadapi krisis yang terjadi dengan membentuk manajemen krisis dan pemulihan citra PR yang bertugas memperbaiki penurunan citra dan kerusakan yang ditimbulkannya 
Mempromosikan aspek kemasyarakatan (promotion public cause) 
  • Mempromosikan kepentingan publik 
  • Mendukung kegiatan kampanye sosial 

PR sebagai alat manajemen organisasi secara struktural yang merupakan bagian integral dari suatu lembaga artinya PR bukanlah merupakan fungsi terpisah dari fungsi kelembagaan tersebut melainkan bersifat melekat pada manajemen perusahaan. Hal tersebut menjadikan hubungan masyarakat atau PR adalah pihak yang menyelenggarakan komunikasi dua arah timbal balik antara lembaga yang diwakilinya dengan publiknya. Peranan yang dimaksud turut menentukan sukses atau tidaknya visi, misi dan tujuan bersama dari lembaga tersebut. 

Scott M. Cutlip and Allen H. Centre (1982) dalam bukunya "Effective Public Relations", mengungkapkan bahwa: “PR adalah fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara organisasi demi kepentingan publiknya, serta merencanakan suatu program kegiatan dan komunikasi untuk memperoleh pengertian dan dukungan publiknya. 

Fungsi staf humas adalah mewakili publik pada manajemen dan manajemen publik sehingga tercipta arus komunikasi dua arah, baik bagi informasi maupun perilaku, secara otomatis, fungsi humas termasuk fungsi manajemen dalam rangka mencapai tujuan utama lembaga tersebut. 

Peran manajer PR dalam suatu lembaga meliputi sebagai berikut: 

  1. Komunikator, sebagai komunikator manajer PR harus memiliki kemampuan teknik komunikasi baik secara lisan maupun tulisan, memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. 
  2. Menjalin hubungan (relationship), manajer PR harus mampu membangun hubungan relasi yang cukup luas, dan dapat membina hubungan diantara relasi yang bersifat positif dengan lembaga yang diwakilinya. Berupaya menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerjasama dan toleransi antara kedua belah pihak. 
  3. Tulang punggung manajemen, dalam perannya manajer PR menunjang kegiatan lain, seperti manajemen promosi, pemasaran, operasional, personalia dan produksi dalam mencapai tujuan bersama berdasarkan tujuan pokok organisasi/perusahaan. 
  4. Menciptakan citra yang baik (good image maker), manajer PR bertugas membangun, melalui publikasi yang positif, capaian prestasi, reputasi dan sekaligus menjadi tujuan utama bagi aktivitas public relations dalam melaksanakan manajemen kehumasan membangun citra atau nama baik lembaga / organisasi dan produk yang diwakilinya. 


Seperti dikemukakan pendapat dari Ivy Lee peran public relations dalam mengatasi permasalahan dalam perusahaan, bahkan public relations harus diberikan keleluasaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam manajemen perusahaan adalah sebagai berikut: 

  1. PR dapat membentuk manajemen untuk mengatur arus informasi/berita secara terbuka,  (a) Diberikan kebebasan untuk dapat bekerjasama dengan media massa (b) Public  relations dapat diposisikan sebagai orang yang dekat dengan top management. 
  2. Memiliki kewenangan secara penuh dalam melaksanakan peran dan fungsi sebagai pejabat humas dalam pengelolaan manajemen humas. 
  3. Humas harus lebih bersifat terbuka dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan perusahaan kepada publiknya. 

Menurut Rhenald Kasali (1994) bahwa fungsi PR dalam manajemen adalah “fungsi manajemen yang bertujuan menciptakan dan mengembangkan persepsi terbaik bagi suatu lembaga, organisasi, perusahaan atau produknya terhadap segmen masyarakat, yang kegiatannya langsung ataupun tidak langsung mempunyai dampak bagi masa depan organisasi, lembaga, perusahaan dan produknya. 


PR dapat berperan dalam melakukan komunikasi timbal balik (two ways communication) dengan tujuan menciptakan saling pengertian (mutual understanding), saling menghargai (mutual appreciation), saling mempercayai (mutual confidence), menciptakan goodwill, memperoleh dukungan publik (public support) demi tercapainya citra yang positif bagi suatu lembaga / perusahaan (corporate image). 



Menurut Cutlip et.al, (2000; 85) fungsi public relations dalam manajemen secara operasional teknis adalah: 

1. PR berfungsi melaksanakan 
  1. Penelitian (research). Tahap penelitian dalam public relations, baik dalam memperoleh data primer dan sekunder, maupun penelitian bersifat opinion research, secara kualitatif dan kuantitatif. Kegiatan seperti ini bersifat motivation research, yaitu penelitian yang tertuju pada jiwa manusia yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan yang paling mendasar 
  2. Perencanaan (planning). Penyusunan suatu program acara (event) atau agenda setting dan program kerja humas. Penyusunan tersebut berdasarkan data dan fakta dilapangan, kebijakan, prosedur, tema dan kemampuan dana serta dukungan dari pihak terkait. 
  3. Pengkoordinasian (coordinating). Maksudnya adalah mengkoordinir salah satu tim kerja dengan menentukan kerjasama dan keterlibatan dari instansi atau personil lainnya kedalam satu koordinasi tim yang solid sebagai upaya pencapaian tujuan lembaga organisasi. 
  4. Administrasi (administration). Menyangkut masalah administrasi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dokumentasi, sistem pengarsipan dan pencatatan keluar masuknya uang dan sekaligus merupakan suatu bukti tertulis / tercatat dalam sistem administrasi yang baik. 
  5. Produksi (production). Merupakan bentuk produk publikasi dan promosi yang dikelola oleh humas, dalam upaya mendukung perluasan / pemasaran produk atau nama dan pengaruh pada sebuah organisasi dan lain sebagainya. Merencanakan media plan, publication, publicity, audiovisual, special events dan regular events untuk tujuan berkampanye. 
  6. Partisipasi komunitas (community participation). Maksudnya adalah partisipasi humas dalam melakukan suatu komunikasi timbal-balik dengan komunitas masyarakat / publik lingkungan tertentu untuk mencapai saling pengertian dan citra positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Misalnya kegiatan peduli bidang social marketing dan social core (kepedulian public relations terhadap aspek kepentingan sosial).
  7. Nasihat (advisor). Memberikan sumbang saran kepada manajemen dan pimpinan perusahaan berkenaan dengan kebijakan organisasi tentang penyesuaian berdasarkan kepentingan publik eksternal / internal, maupun berdasarkan hasil pengidentifikasian keinginan dan reaksi opini publik terhadap tujuan perusahaan. 



2. Aktivitas PR

  1. Pencarian fakta/permasalahan (fact finding) 
  2. Perencanaan (planning)
  3. Komunikasi (communication) 
  4. Evaluasi (evaluating) 


3. PR adalah "the right man in the right place, the right man behind the gun"


  • Efektivitas, berhasil untuk mencapai tujuan, seraya untuk memuaskan semua pihak yang terkait. 
  • Efisiensi, ketepatan mengelola keuangan atau dana secara tepat. 

Peran Manajemen Kehumasan 2


Peran Manajemen PR menurut Edward L. Bernay:
  1. Memberikan penerangan kepada masyarakat.
  2. Melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung.
  3. Berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga sesuai dengan sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya. 

Cutlip dan Center merumuskan fungsi PR sebagai berikut:
  1. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi).
  2. Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran.
  3. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya.
  4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama.
  5. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak. 

Dozier dan Broom, merumuskan peran PR dalam empat kategori: 
  • Penasihat ahli (expert prescriber), seorang praktisi pakar PR yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya. Hubungan praktisi pakar PR dengan manajemen organisasi seperti hubungan antara dokter dan pasiennya, artinya pihak manajemen bertindak pasif untuk menerima atau mempercayai apa yang telah disarankan atau usulan dari pakar PR tersebut dalam memecahkan dan mengatasi persoalan kehumasan yang tengah dihadapi oleh organisasi bersangkutan. 
  • Fasilitator komunikasi (communication fasilitator), praktisi PR bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya. Dipihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada pihak publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak. 
  • Fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process fasilitator). Peran praktisi PR dalam proses pemecahan persoalan PR ini merupakan bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional. Biasanya dalam menghadapi suatu krisis yang terjadi, maka dibentuk suatu tim posko yang dikoordinir praktisi ahli public relations dengan melibatkan berbagai departemen dan keahlian dalam satu tim khusus untuk membantu organisasi, perusahaan dan produk yang tengah menghadapi atau mengatasi persoalan krisis tertentu. 
  • Teknisi komunikasi (communication technician). Peran pakar PR  sebagai journalist in resident, dengan kata lain jurnalis yang ada di dalam organisasi/perusahaan, yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi. Sistem komunikasi dalam organisasi/perusahaan tergantung dari masing-masing bagian atau tingkatan, yaitu secara teknis komunikasi, baik arus maupun media komunikasi yang dipergunakan dari tingkat pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ketingkat atasan. Hal yang serupa juga berlaku pada arus dan media komunikasi antara satu level, misalnya komunikasi antar karyawan satu departemen dengan lainnya, menjalankan fungi employer relations.

I Gusti Ngurah Putra dalam majalah Journal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia “Komunikasi dan Budaya” (1997:126-127), menyederhanakan dua peranan atau fungsi praktisi PR, yakni manajerial dan teknis komunikasi. 

Kedua hal ini harus dikuasai sekaligus oleh praktisi PR dalam melaksanakan fungsinya pada aktivitas dan operasional manajemen organisasi. 

Peran PR dalam manajemen suatu organisasi/perusahaan tampak pada beberapa aktivitas pokok humas yang meliputi: 
  • Mengevaluasi sikap atau opini publik
  • Mengidentifikasi kebijakan dan prosedur organisasi/perusahaan dengan kepentingan publik 
  • Merencanakan dan melaksanakan penggiatan aktivitas public relations/humas. 


Daftar Pustaka
Edward L. Bernay (Public Relations, 1952, University of Oklahoma Press) 
Dozier & Broom, (1995). 

Definisi Public Relations

Public relations (PR) yang diterjemahkan bebas menjadi hubungan masyarakat (Humas), terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara...