20/02/12

Profil Usaha Kecil dan Pengembangannya

a. Tahap Studi Kelayakan
Studi kelayakan usaha secara umum dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Tahap Penemuan ide. Pada tahap ini wirausaha memiliki ide untuk merintis usaha barunya. Ide tersebut kemudian dirumuskan dan diidentifikasi. Misalnya peluang bisnis apa saja yang paling memberikan keuntungan, yaitu: bisnis industri, perakitan, perdagangan, usaha jasa, atau jenis usaha lainnya yang dianggap paling layak.
  2. Memformulasikan Tujuan. Tahap ini adalah tahap perumusan visi dan misi bisnis. Apa visi dan misi bisnis yang hendak diemban setelah jenis bisnis tersebut diidentifikasi? Apakah misinya untuk menciptakan barang dan jasa yang sangat diperlukan masyarakat sepanjang waktu ataukah untuk menciptakan keuntungan yang langgeng?
  3. Tahap Analisis. Proses sistematis yang dilakukan untuk membuat suatu keputusan apakah bisnis tersebut layak dilaksanakan atau tidak. Tahapan ini dilakukan seperti prosedur proses penelitian ilmiah lainnya, yaitu dimulai dengan mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Kesimpulan dalam studi kelayakan usaha hanya dua, yaitu dilaksanakan (go) atau tidak dilaksanakan (no go).
  4. Tahap Keputusan. Langkah berikutnya adalah tahap mengambil keputusan apakah bisnis layak dilaksanakan atau tidak. Karena menyangkut keperluan investasi yang mengandung risiko, maka keputusan bisnis biasanya berdasarkan beberapa kriteria investasi, seperti Pay Back Pe¬riod (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return, dan sebagainya
Setelah ide untuk memulai usaha muncul, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat perencanaan.

Perencanaan usaha adalah suatu cetak biru tertulis (blue-print) yang berisikan tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian finansial, strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta keterampilan pengelolanya. Perencanaan usaha sebagai persiapan awal memiliki dua fungsi penting, yaitu :
  • Sebagai pedoman mencapai keberhasilan manajemen usaha
  • Sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dan luar.
Beberapa unsur penting dalam perencanaan usaha, yaitu :
  1. Ringkasan eksekutif (executive summary)
  2. Pernyataan misi (mission statement)
  3. Lingkungan usaha (business environment)
  4. Perencanaan pemasaran (marketing plan)
  5. Tim manajemen (management team).
  6. Data finansial (financial data).
  7. Aspek-apek legal (legal consideration).
  8. Jaminan asuransi (insurance requirements).
  9. Orang-orang penting (key person).
  10. Pemasok (supliers).
  11. Risiko (risk).

b. Profil Usaha Kecil
Sampai saat ini batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada fokus permasalahannya masing-masing. Usaha kecil telah didefinisikan dengan cara yang berbeda tergantung pada kepentingan organisasi.

Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993: 14),
“A small business is one which independently owned and operated and is not dominant in its field”.

“Small Business Development Centre” University of Winconsin-Madison, perusahaan kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut: “Greater potential, greater risk, limited access to capital, one or few managers, and less able to survive major mistakes”.

M. Kusman Sulaeman (1988-1989:43), mengemukakan beberapa ciri pekerjaan manajerial dari usaha kecil, yaitu :
“No training, job is directly important, challenging, satisfying, less formal work, much operating, mixed works, direct contact, informal communication, and much more telephone, sales less than $200 m, earning/share is low, less diversified production, less conservative financing method, and market position is weak, more operational, routine work, authoritarian, short term thinking, and operating orientation”.

Di Indonesia sendiri belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil, Berbagai instansi menggunakan batasan dan knitenia menunut fokus penmasalahan yang dituju. Dalam Undang-undang No. 9/1995 Pasal 5 tentang usaha kecil disebutkan beberapa kriteria usaha kecil sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) mendefinisikan usaha kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri (termasuk) pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dan 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home indus¬tri). Berbeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri kerajinan numah tangga. Industri kecil menyerap 10-49 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih.

Pada usaha kecil, manajer yang mengoperasikan perusahaan adalah pemilik, majikan, dan investor yang me-ngambil berbagai keputusannya secara mandiri. Jumlah modal yang diperlukan juga biasanya relatif kecil dan hanya dari beberapa sumber saja. Karena permodalan nelatif kecil dan dikelola secana mandiri, maka daerah operasinya juga adalah lokal, majikan dan karyawan tinggal dalam suatu daerah yang sama, bahan baku lokah dan pemasarannyapun hanya pada lokasi/daerah tertentu. Akan tetapi, secara keseluruhan meru-pakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lokal yang cukup besar dan tersebar.

Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Commity for Economic Development—CED), mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut:
1) Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik.
2) Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil.
3) Daerah operasi bersifat lokal.
4) Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.


Kekuatan dan kelemahan Usaha Kecil
Bebenapa kekuatan usaha kecil antara lain:
  1. Memiliki kebebasan untuk bertindak. Bila ada perubahan, misalnya perubahan produk baru, teknologi baru, dan perubahan mesin baru, usaha kecil bisa bertindak dengan cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut. Sedangkan, pada perusahaan besar, tindakan cepat tersebut susah dilakukan.
  2. Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran produk usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal. Beberapa perusahaan kecil di antaranya menggunakan bahan baku dan tenaga kerja bukan lokal yaitu menda-tangkan dari daerah lain atau impor.
  3. Tidak mudah goncang. Karena bahan baku dan sumber daya lainnya kebanyakan lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor. Bahkan bila bahan baku impor sangat mahal sebagai akibat tingginya nilai mata uang asing, maka kenaikan mata uang asing tersebut dapat dijadikan peluang dengan memproduksi barang-barang untuk keperluan ekspor.
Kelemahan perusahaan kecil dua aspek, yaitu :
Aspek kelemahan struktural. Kelemahan dalam struktur perusahaan misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan terbatasnya akses pasar. Kelemahan faktor struktural yang satu saling terkait dengan faktor yang lain kemudian membentuk lingkaran ketergantungan yang tidak berujung pangkal dan membuat usaha kecil terdominasi dan rentan.

Secara struktural, salah satu kelemahan usaha kecil yang paling menonjol adalah kurangnya permodalan. Akibatnya terjadi ketergantungan pada kekuatan pemilik modal. Karena pemilik modal juga lebih menguasai sumber-sumber bahan baku dan dapat mengusahakan bahan baku, maka pengusaha kecil memiliki ketergan-tungan pada pemilik modal yang sekaligus penguasa bahan baku. Akibat dan ketergantungan tersebut, otomatis harga jual produk yang dihasilkan usaha kecil secara tidak langsung ditentukan oleh penguasa pasar dan pemilik modal, maka terjadilah pasar monopsoni.

Dengan kondisi ini, maka batas keuntungan pengusaha kecil ditentukan oleh batas harga jual produk dan batas harga beli bahan baku. Terjadilah repatriasi keuntungan yang mengakibatkan permodalan usaha kecil jumlahnya tetap kecil. Kondisi tersebut mengakibatkan ketengantungan pengusaha kecil yang menjadi buruh pada perusahaan sendiri dengan upah yang ditentukan oleh batas keuntungan dari pemilik modal sekaligus penguasa pasar dan penguasa sumber-sumber bahan baku.


Aspek kelemahan Kultural. Kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti:
  • Informasi peluang dan cara memasarkan produk.
  • Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan mudah didapat.
  • Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan.
  • Informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik desain, kualitas, maupun kemasannya.
  • Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang terjangkau.

c. Pengembangan Usaha Kecil
Banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan manajemen modern tentang cara meraih keberhasilan usaha kecil dalam mempertahankan eksistensinya secara dinamis. Dalam berbagai konsep strategi bersaing dikemu-kakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuan internal. Untuk menghadapi kondisi jangka panjang dan dinamis, perusahaan harus dikembangkan melalui strategi yang berbasis pada pengembangan sumber daya internal secara superior (internal resource-based strategy) untuk menciptakan kompetensi inti (core competency).

Dalam menghadapi krisis ekonomi nasional seperti sekarang ini, baik teori dynamic strategy maupun teori resource-based strategy sangat relevan bila khusus diterapkan dalam pemberdayaan usaha kecil. Menurut teori resources-based strategy, agar perusahaan meraih keuntungan secara terus-menerus, maka perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal yang supe¬rior, yang tidak transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan memberi daya saing jangka panjang (futuristik) yang kuat dan melebihi tuntutan masa kini di pasar dan dalam situasi eksternal yang bergejolak.

Agar perusahaan kecil berhasil take-off, maka harus ada usaha khusus yang diarahkan untuk survival, consolidation, control, planning, dan expectation. Dalam tahapan ini diperlukan penguasaan manajemen, yaitu mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as businessman) yang merekrut tenaga dan diberi wewenang secara jelas. Perubahan yang dilakukan, yaitu : bidang pemasaran harus mengubah getting customer menjadi improve competitive situation, bidang keuangan tahap cash flow berubah menjadi tahap tighten financial control, improve margin, and control cost, dan bidang pendanaan usaha kecil harus sudah ventura capital (Yuyun Wirasasmita,1993: 2).

Menurut teori the design school, perusahaan harus mendesain strategi perusahaan yang ‘fit” antara peluang dan ancaman eksternal dengan kemampuan internal yang memadai yang didukung dengan menumbuhkan kapabilitas inti (core competency) yang merupakan kompetensi khusus (distinctive competency) dan pengelohaan sumber daya perusahaan.
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang, perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti (building core competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan keunggulan. Keunggulan tersebut dapat diciptakan melalui “The New 7-S’ strategy (The New 7-S’s)”, yaitu :
  1. Superior stakeholder satisfaction, yaitu mengutamakan kepuasan stakeholder.
  2. Strategic sooth saying, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan atau yang mencengangkan.
  3. Position for speed, yaitu posisi untuk mengutamakan kecepatan.
  4. Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan.
  5. Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan/pergeseran peran yang dimainkan.
  6. Signaling strategic intent, yaitu mengindikasikan tujuan dan strategi.
  7. Simultanous and sequential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian penggerak/pendorong strategi secara simultan dan berurutan.
Berdasarkan pandangan para ahli di atas, jelaslah bahwa kelangsungan hidup perusahaan baik kecil maupun besar pada umumnya sangat tergantung pada strategi manajemen perusahaan dalam memberdayakan sumber daya internalnya.


Bahan bacaan:
  1. Kewirausahaan Indonesia Dengan Semangat 17-8-45, Puslatkop dan PK, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Jakarta, 1995.
  2. Kewirausahaan (Pedoman praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses), Dr. Suryana, Salemba Empat, 2003
  3. Kewirausahaan Teori dan Praktek, Seri Manajemen 77 PPM, Geoffrey. Meredith
  4. Pengantar Kewirausahaan, Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis, Edisi Pertma, Drs. Masykur Wiratmo, Msc, BPFE, Jogyakarta
  5. Dasar-dasar Kewirausahaan, Drs. Astim Riyanto, SH, MH, Yapemdo, Bandung
  6. Pedoman Perencanaan Usaha, Edisi keenam, Devid H. Bangs, Jr, Erlangga,
  7. Entepreneurship Creativity & Organisasi, Te+t, Case, & Reading, John Kao, Prentice Hall, Englewood, New Jersey.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definisi Public Relations

Public relations (PR) yang diterjemahkan bebas menjadi hubungan masyarakat (Humas), terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara...