01/07/12

Motivasi dan Kepemimpinan


Arti Penting Motivasi
Istilah motivasi merujuk kepada kondisi dasar yang mendorong tindakan. Satu perangkat teori menganggap kekurangan kebutuhan sebagai kondisi pendorong yang menimbulkan predisposisi tertentu untuk berperilaku. Sementara teori lain menganggap harapan dalam lingkungan menimbulkan bentuk-bentuk tujuan tertentu dan tindakan yang akan mengikutinya.

Perilaku manusia sebenarnya adalah cerminan sederhana dari motivasi dasar mereka. Motivasi berasal dari kata "to move" yang artinya menggerakkan, sehingga motivasi kemudian dapat didefinisikan sebagai berikut:
  1. Keadaan seseorang yang mendorong manusia untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
  2. Semua kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang memberi daya, arah dan memelihara tingkah lakunya.


Motivasi internal (dari dalam diri)
(1) Fisiologis; motivasi alamiah (lapar, haus, dan lain-lain)
(2) Psikologis; ada 3 kategori dasar :
  • kasih sayang → untuk menciptakan kehangatan, harmonis, kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain
  • mempertahankan diri → untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari rasa malu dan ditertawakan, gengsi, dan lain-lain 
  • memperkuat diri → mengembangkan kepribadian, berprestasi, mendapat pengakuan, dan lain-lain.

Motivasi eksternal (dari luar)
Kekuatan-kekuatan individu yang dipengaruhi faktor ekternal seperti suasana kerja, kebijakan perusahaan, hubungan kerja,  dan lain-lain. Motivasi positif memberikan penghargaan pada pekerjaan yang baik, dan motivasi negatif memberikan hukuman bila pelaksanaan kerja buruk. Motivasi eksternal tidak dapat dipisahkan daei motivasi internal.

Pemberian motivasi dalam perusahaan biasanya bertujuan untuk :
  1. mengubah perilaku sesuai dengan  keinginan organisasi
  2. meningkatkan gairah dan semangat
  3. meningkatkan disiplin
  4. meningkatkan prestasi
  5. mempertinggi moral
  6. meningkatkan rasa tanggungjawab
  7. meningkatkan produktivitas dan efisiensi
  8. meningkatkan loyalitas


Definisi motivasi
A set of energetic forces that originates both within as well as beyond an individual being, to initiate work-related behaviour, and to determine its form, direction, intensity, and duration (Pinder, dalam Donovan, 2001, p.53).

Motivasi adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri; (1)  berasal baik dari dalam maupun dari luar individu; (2) dapat menimbulkan perilaku bekerja; dan (3) menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja tadi.

Dalam lingkup Psikologi Organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi. Masing-masing teori berusaha menerangkan hal-hal apa yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu organisasi untuk bekerja lebih optimal. Di bawah ini akan dibahas beberapa dari teori-teori tersebut.


Organizational Justice (Keadilan Organisasi)
Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel ini, dua sudut pandang mengenai keadilan akan digunakan:

Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001), karyawan menganggap partisipasi mereka di tempat kerja sebagai proses barter, di mana mereka memberikan kontribusi seperti keahlian dan kerja keras mereka, dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa gaji ataupun pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi mengenai keadilan antara apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap apa yang mereka kontribusikan.

Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui konsep Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil atau tidak (Donovan,2001).


Job Characteristic Model dan Goal Setting (Model Karakteristik Pekerjaan dan Penetapan Target)
Teori ini  menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri (Judge et al, 2001). Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk memotivasi karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi),

Contoh Kasus: Di sebuah pabrik pengalengan soda yang menggunakan sistem ban berjalan, banyak pekerjaan tidak memenuhi persyaratan karakteristik seperti yang disebutkan di atas. Misalnya, sekelompok pekerja hanya diberi tugas menjalankan mesin pengisi kaleng. Karakteristik pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:
  • Task identity (identitas tugas): Karena pekerja hanya bertugas mengisi kaleng, mereka tidak dapat melihat keseluruhan proses kerja mulai dari awal (ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir (ketika dus-dus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).
  • Task significance (signifikansi tugas): Para pekerja bisa jadi merasa bahwa pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.
  • Skill variety (variasi keahlian): Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.
  • Autonomy (otonomi): Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam pekerjaan mereka karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang dari ban berjalan.
  • Feedback (umpan balik): Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik sehingga mereka tidak mengetahui apakah mereka telah bekerja dengan baik atau tidak.

Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).

Selain karakteristik pekerjaan itu sendiri, aspek lain dari tempat kerja yang dapat mempengaruhi motivasi adalah Goal Setting (Penetapan Target). Menurut prinsip Penetapan Target, karyawan akan termotivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka memiliki target yang spesifik (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).


Expectancy Theory (Teori Harapan)
Menurut Vroom (dalam Donovan, 2001), orang termotivasi untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan tiga persepsi:
  • Expectancy: seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku tertentu mereka akan mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu prestasi kerja yang tinggi)
  • Instrumentality: seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan hasil kerja yang lebih tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain yang diberikan perusahaan seperti asuransi kesehatan, transportasi, dsb) 
  • Valence: seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan perusahaan kepadanya

Teori Hirarki Kebutuhan Maslow.
Maslow’s hierarchy of needs adalah teori motivasi yang mengatakan orang termotivasi untuk memenuhi lima tipe kebutuhan yang dapat dibuat peringkatnya dalam suatu hirarki. Teori yang dikembangkan oleh Abraham Maslow lebih mendapat perhatian dari para manajer daripada teori motivasi yang lain. Maslow memandang motivasi manusia dimulai dengan kebutuhan fisik, yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow  individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat, setiap kebutuhan harus dipuaskan yang dimulai dari kebutuhan yang paling rendah sebelum individu tersebut mempunyai keinginan untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi berdasarkan tingkat hirarki kebutuhan.

Hierarki Kebutuhan Maslow














(Baca dari bawah ke atas)
  • Kebutuhan aktualisasi  diri
  • Kebutuhan Harga Diri (tanggung jawab pekerjaan, promosi dll)
  • Kebutuhan Sosial (Rekan dan Manajer yang baik dll)
  • Kebutuhan Keamanan (jaminan pekerjaan, peraturan yang jelas dll)
  • Kebutuhan Fisiologi  (makan, minum, upah, jam kerja, istirahat dll)

Teori Maslow menjelaskan tentang kebutuhan yang ingin dipenuhi setiap individu yang akan menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan dalam organisasi, yang dimulai dari upah yang cukup untuk membeli makanan dan minum, tempat berteduh, waktu istirahat yang cukup dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Kebutuhan rasa aman dapat dipenuhi dengan adanya jaminan atas pekerjaan, tindakan yang adil dan baik serta peraturan dan prosedur yang jelas. Kemudian kebutuhan sosial akan menjadi motivasi berikut yang dapat diperoleh dengan adanya kondisi persahabatan dari rekan kerja dan manajer maupun kesempatan menjalin hubungan dengan kelompok dalam organisasi. Kebutuhan yang meningkat diperoleh melalui adanya kesempatan untuk berkembang yang akan mendorong harga diri dan rasa memiliki yang menjadi motivasi individu untuk bekerja dengan baik. Kebutuhan tertinggi adalah aktualisasi diri. Individu yang mencari makna dan perkembangan probadi dalam pekerjaan mereka dan mencari tanggung jawab baru serta mengembangkan kreatifitas dan tindakan inovatif untuk mencapai sasaran pribadi dan organisasi.


Teori ERG
ERG Theory adalah teori motivasi yang mengatakan bahwa orang berusaha keras untuk memenuhi hierarki kebutuhan tentang keberadaan, hubungan dan pertumbuhan  bila usaha untuk salah satu tingkat kebutuhan mengalami frustasi orang tersebut akan merosot ke tingkat yang lebih bawah. Teori ERG dikemukan oleh Clayton Alderfer, memecahkan kebutuhan menjadi tiga yaitu Existence (eksistensi), keinginan akan kesejahteraan fisiologi dan material. Rellatednes (keterkaitan), keinginan untuk memuaskan hubungan antar pribadi. Growth (pertumbuhan), kebutuhan akan kreatifitas pribadi. Aldefer menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecawaan , kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.

Teori dua faktor
Two Factory Theory adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan muncul dari dua faktor yang berbeda. Teori yang dikemukan oleh Frederick Herzberg merupakan kerangka kerja lain untuk memahami implikasi-implikasi motivasional dari lingkungan kerja. Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja muncul dari dua set faktor yang terpisah.

Faktor penyebab ketidakpuasan (factor hygiene) termasuk gaji, kondisi kerja dan kebijakan perusahaan, kualitas teknis dari pengawasan – faktor yang berkaitan dengan pengaturan atau kondisi tempat bekerja. Faktor yang paling penting adalah kebijakan perusahaan, yang dinilai sebagai penyebab utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan kerja. Sehingga penilaian positif pada faktor-faktor tersebut tidak menyebabkan kepuasan kerja melainkan hanya sebagai menghilangkan ketidakpuasan.

Faktor penyebab kepuasan (faktor memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kemajuan, yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja yang dirasakan dalam diri pribadi seseorang. Berdasarkan teori ini penting bagi manajer untuk memahami perbedaan antara manusia terhadap kebutuhan yang bervariasi untuk berusaha mengurangi atau mengkoreksi faktor penyebab ketidakpuasan dan berusaha membangun faktor pemuas ke dalam diri karyawan guna memaksimalkan kesempatan untuk kepuasan karyawan.

Teori Tiga Kebutuhan McClelland
Bersama dengan kawan-kawannya, McClelland melalui penelitian dengan  menggunakan Thematic AppreciationTest (TAT) meminta karyawan untuk melihat gambar dan menulis cerita tentang apa yang mereka lihat. Cerita dianalisis dan diidentifikasikan tiga macam kebutuhan yang menjadi titik pusat motivasi, yaitu kebutuhan berprestasi (need for achievement) merupakan keinginan untuk melakukan dengan lebih baik atau lebih efisien untuk memecahkan masalah atau mengutamakan tugas-tugas yang kompleks. Kebutuhan kekuasaan (need for power) adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka atau menjadi bertanggung jawab untuk mereka. Kebutuhan berafiliasi (need for affiliation) adalah keinginan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang hangat dan  bersahabat dengan orang lain. Teori ini menekankan kepentingan penyesuaian antara karyawan dengan pekerjaan.

Teori Penguatan.
Reinforcement theory adalah pendekatan pada motivasi berdasarkan hukum pengaruh, ide bahwa tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. B.F. Skinner dan teman-teman menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau mempengaruhi tindakan pada masa depan dalam proses belajar. Proses ini dinyatakan sebagai berikut :

Rangsangan  → Respon  → Konsekuensi → Respon masa depan

Dalam pandangan ini tingkah laku seseorang (respon) terhadap situasi (rangsangan) tertentu merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu, bila konsekuensi positif pada masa depan orang itu cenderung memberikan respon serupa dalam situasi serupa. Bila respon tidak menyenangkan orang cenderung akan merubah tingkah lakunya untuk menghindari konsekuensi itu. Skinner mengemukakan konsep Modifikasi tingkah laku utnuk mengubah tingkah laku manusia dalam organisasi. 

Terdapat empat metode umum untuk memodifikasi tingkah laku sebagi berikut :
  1. Penguatan Positif ( positive reinforcement)., tingkah laku yang diinginkan didorong atau dikuatkan dengan konsekuensi positif seperti kenaikan gaji, pujian dll. misal seorang manajer memuji bawahan yang membuat komentar bermanfaat selama rapat staf.
  2. Belajar menghindar (avoidance learning), proses belajar yang terjadi ketika seseorang  merubah tingkah laku untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan. seperti kritik  atau evaluasi jelek. Misal bawahan yang sering terlambat mendapat teguran berubah menjadi bawahan yang datang tepat waktu.
  3. Pemadaman (extinction), mengurangi fekuensi untuk tingkah laku yang tidak dikehendaki sehingga pada akhirnya tingkah laku berhenti muncul. Misalnya manajer mengabaikan karyawan yang bergurau dalam rapat.
  4. Hukuman (punishment), penerapan konsekuensi negatif untuk menghentikan atau mengkoreksi tingkah laku yang tidak dikehendaki. seperti hukuman kritik, mengurangi gaji, PHK dll terhadap tingkah laku yang tidak dikehendaki.

Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi, baik faktor internal maupun faktor eksternal. 
Berikut ini faktor-faktor internal yang mempengaruhi motivasi:
  1. Kematangan pribadi. Semakin matang seseorang akan makin matang pemikiran yang dimiliki. Hal ini juga akan mempengaruhi konsepnya dalam meraih keinginannya, oleh karenanya motivasi yang dimilikinya akan digerakkannya menuju hal yang ingin diraihnya. Apalagi jika pengalaman telah membuatnya banyak belajar.
  2. Tingkat pendidikan. Tidak dapat dipungkiri, tingkat pendidikan akan mempengaruhi seseorang untuk mengkondisikan dan memanage keinginan yang ada, sehingga berhasil dia raih. Tingkat pendidikan seseorang membantu mempersingkat pengalaman yang mungkin belum kompleks dimiliknya, karena pendikan telah membantunya belajar mengarahkan motivasi yang menguntungkan dirinya.
  3. Pemenuhan dan harapan. Setiap orang punya harapan terhadap sesuatu. Ketika kita memiliki keinginan, maka kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan atau memenuhi harapan tersebut. Motivasi tentu saja menjadi faktor yang membuat kita bergerak memenuhi harapan yang kita dambakan.
  4. Kebutuhan. Manusia tidak pernah merasa puas terhadap apa yang dimilikinya. Latar belakang kebutuhan, yang harus dipenuhinya,  akan mempengaruhi motivasi seseorang.
  5. Kelelahan dan kebosanan. Kelelahan, kebosanan dan rutinitas adalah beberapa hal yang akan menurunkan motivasi seseorang. Agar motivasi tetap tinggi sehingga bersemangat untuk bergerak melakukan sesuatu sehingga keinginannya terpenuhi, maka harus menjauhi diri dari kelelahan dan kebosanan serta rutinitas.  Jaga kondisi sehingga tidak terlalu lelah, jangan melakukan hal yang sama setiap hari, buat sesuatu yang berbeda adalah salah satu cara menghilangkan kelelahan dan kebosanan atas rutinitas yang dilakukan seseorang.
  6. Kepuasan kerja. Terakhir yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah kepuasan kerja yang ingin dicapai. Selain memenuhi kebutuhan dan keinginannya, kepuasan kerja adalah salah satu hal penting yang memotivasi seseorang untuk tetap berusaha.

Sedangkan Faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut :
  1. Lingkungan kerja yang menyenangkan. Lingkungan kerja yang menyenangkan akan sangat mempengaruhi motivasi seseorang. Jika lingkungan kerja seseorang tidak menyenangkan orang akan malas ke tempat kerja, tidak ada motivasi untuk bekerja.
  2. Kompensasi yang memadai. Kompensasi yang memadai dan sesuai dengan jumlah tenaga dan pikiran yang kita keluarkan akan membuat motivasi seseorang meningkat. Apalagi jika kompensasinya jauh diatas yang kita harapkan. 
  3. Supervisi yang baik. Pemimpin atau pengarah (supervise) yang baik dan penuh pengertian, memberikan kepercayaan pada bawahan, menghargai bawahan adalah pimpinan yang diharapkan oleh bawahan. Jika pimpinan baik ini mereka miliki, motivasi dalam bekerja akan meningkat. Selain itu sudah menjadi tugas pimpinan lah untuk meningkatkan motivasi pegawai. 
  4. Penghargaan atas prestasi. Penghargaan atas prestasi kerja karyawan juga merupakan salah satu yang bias mempengaruhi meningkatnya motivasi pegawai. Penghargaan ini tidak selalu harus dalam wujud materi, namun bisa dengan cara lain. 
  5. Status dan tanggungjawab. Status dan tanggungjawab yang diemban seseorang juga bisa menjadi motivator seseorang. Status yang dimiliki dalam organisasi menyebabkan seseorang punya tanggungjawab yanng berbeda. Status seseorang juga menunjukkan gengsi yang dia miliki. Semakin tinggi status seseorang, maka tanggungjawabnya akan makin besar. Semakin tinggi status seseorang dalam organisasi juga menunjukkan makin tinggi jabatan yang dia miliki. 
  6. Peraturan yang berlaku. Aturan yang mendukung dan mempermudah anggota organisasi berkembang didalam organisasi, membuat motivasi seseorang akan meningkat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi :

  • Memahami perilaku yang akan dimotivasi
  • Memberikan motivasi harus mengacu pada yang akan dimotivasi
  • Memahami kebutuhan setiap orang
  • d. Mampu menjadi contoh
  • Mampu menggunakan keahlian (memberi solusi secara teknis)
  • Mampu berbuat realistis


Kepemimpinan 
Ketika kita membicarakan tentang kepemimpinan, banyak orang menyamaartikan kepemimpinan dengan manajemen. Menurut Kotter, kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Manajemen merupakan proses mengatasi kerumitan (manajemen yang baik menghasilkan tatatertib, konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat,dan lain-lain). kepemimpinan menyangkut kemampuan mengatasi perubahan. 

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan pada dasarnya berarti kemampuan untuk memimpin; kemampuan untuk menentukan secara benar apa yang harus dikerjakan. Menurut Gibson (1998), kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, yang dilakukan melalui hubungan interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan. Newstrom & Davis (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mengatur dan membantu orang lain agar bekerja dengan benar untuk mencapai tujuan. Sedangkan Stogdill (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan juga merupakan proses mempengaruhi kegiatan kelompok, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan prestasi kerja. 
Jadi dari rumusan pemimpin di atas dapat diambil garis besarnya bahwa kesemuanya menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. 

Sumber dalam kepemimpinan itu bisa formal. Dalam posisi manajemen muncul suatu tingkat kewenangan yang dirancang secara formal, seseorang dapat menjalankan peran pemimpin karena kedudukannya dalam organisasi.

John P Kotter mendidentifikasi tugas prisipil kepemimpinan adalah sebagai berikut : 

  1. Establishing direction, developing a vision and strategies for the future of the business; 
  2. Aligning people - getting others to ‘understand, accept and line up in the chosen direction’, dan
  3. Motivating and inspiring people by appealing to very basic but often untapped human needs, value and emotions. 

Pada lain pihak, Kotter pun mendefinisikan empat peran manajemen sebagai berikut : 

  1. Planning and budgeting, setting short-to medium-term targets; 
  2. Establishing steps to reach them and allocating resources; 
  3. Organizing and staffing, establishing an organizational structure to accomplish the plan, staffing the jobs; communicating the plan, delegating responsibility and establishing systems to monitor implementatio; dan 
  4. Controlling and problem solving, monitoring results, identifying problems and organizing to solve them.

Teori-teori Kepemimpinan
Beberapa teori yang dikemukakan dalam modul ini adalah :

TEORI KARAKTER
Pada teori ini salah satu yang bisa dijadikan contoh karena karakter yang dimilikinya membawanya menjadi perdana menteri terkenal di Inggris adalah Margareth Theacher. Dari diri beliau bisa dilihat percaya dirinya, tekad baja dan tegas. Kesemuanya ini dipilih karena kepemimpinannnya. Diyakini untuk menjelaskan itu karena adanya teori karakter pemimpin. Teori ini mencari karakter kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. 

TEORI PERILAKU
Ketidakmampuan memperoleh penjelasan atau kepuasan menjelaskan kepemimpinan dari karakter, mendorong pengamat perilaku untuk meneliti perilaku yang khas dari pemimpin. Teori perilaku kepemimpinan mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin.
Perbedaan mendasar dari teori ini dibanding teori karakter adalah teori karakter bisa jadi memandang seseorang bisa memimpin karena pembawaan sejak kecil, kalau teori perilaku melihat pemimpin dari sudut perilaku yang spesifik, sehingga kita bisa mengajarkan program-program untuk menanamkan perilaku-perilaku tertentu pada individu yang berhasrat menjadi pemimpin yang efektif. 
Ada beberapa universitas yang melakukan telaah tentang perilaku-perilaku kepemimpinan; antara lain :
  • Telaah Universitas Ohio (penelitian diperoleh dari perilaku pemimpin yang digambarkan bawahan)
  • Telaah Universitas Michigan (dilihat dari keefektifan kinerja)

TEORI KEMUNGKINAN
Menjadi makin jelas bagi mereka yang sedang mempelajari fenomena kepemimpinan bahwa meramalkan sukses kepemimpinan lebih rumit daripada memisahkan beberapa karakter atau perilaku yang lebih disukai.
Kegagalan untuk memperoleh hasil yang konsisten mendorong perhatian pada pengaruh situasional. Kondisi a gaya x akan memadai, atau gaya yang lebih cocok untuk kondisi b, dan lain-lain.
Salah satu pengikut atau masuk dalam kategori teori ini adalah teori situasional Hersey dan Blanchard. Teori ini merupakan teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat menurut argumen Hersey dan Blanchard bersifat tergantung pada tingkat kesiapan/kedewasaaan para pengikutnya. Tekanan pada pengikut dalam keefektifan pemimpin mencerminkan kenyataan bahwa merekalah yang menerima baik atau menolak pemimpin. 


PENDEKATAN TERBARU TERHADAP KEPEMIMPINAN
Penelitian terhadap kepemimpinan tidak pernah surut, oleh karenanya banyak perdekatan baru dalam kepemimpinan. Beberapa pendekatan terbaru yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut :

1. TEORI ATRIBUSI KEPEMIMPINAN
Teori Atribusi mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sekedar suatu atribusi (penghubung) yang dibuat orang mengenai individu-individu yang lain. Dengan menggunakan kerangka atribusi para pemimpin menyandang karakteristik yang menonjol seperti kecerdasan, kepribadian, ramahtamah, ketrampilan verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan kerajinan.  Hal yang menarik dalam teori ini adalah persepsi bahwa pemimpin efektif umumnya konsisten dan tidak goyah dalam keputusan mereka 

2. TEORI KEPEMIMPINAN KARISMATIK
Teori ini merupakan suatu pengembangan dari teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa pengikut membuat atribusi dan kemampuan dari kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu.  Telaah mengenai kepemimpinan karismatik diarahkan pada perilaku-perilaku yang membedakan pemimpin karismatik dengan pemimpin non karismatik. Beberapa contoh pemimpin karismatik seperti Bung Karno, John F Kennedy, Martin Luther, dan lain sebaginya. 
Robert House mencoba mengidentifikasi karakterisitik pribadi pemimpin karismatik, yaitu dalam 3 hal; (1) kepercayaan diri yang luar biasa tinggi, (2) kekuasaan dan (3) teguh dalam keyakinan.

3. KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL VERSUS TRANSFORMASIOAL
Pemimpin Transaksional, merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas dan tuntutan tugas. Pemimpin Transformasional merupakan kepemimpinan yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma.

4. KEPEMIMPINAN VISIONER
Kepemimpinan Visioner merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistik, dapat dipercaya, atraktif tentang masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasional yang terus tumbuh dan meningkat sampai saat ini.


KOMPETENSI KEPEMIMPINAN 
Konsep mengenai kompetensi untuk pertamakalinya dipopulerkan oleh Boyatzis (1982) yang didefinisikan kompetensi sebagai “kemampuan yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan”. 
Menurut Rotwell, kompetensi adalah an area of knowledge or skill that is critical for production ke outputs. Lebih lanjut Rotwell menuliskan bahwa competencies area internal capabilities that people brings to their job; capabilities which may be expressed in a broad, even infinite array of on the job behaviour.  Spencer (1993) berpendapat, kompetensi adalah “… an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in job or situation”. Senada dengan itu Zwell (2000) berpendapat “Competencies can be defined as the enduring traits and characteristics that determine performance. Examples of competencies are initiative, influence, teamwork, innovation, and strategic thinking”. 

Beberapa pandangan di atas mengindikasikan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. 
Selain traits dari Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept (Spencer, 1993), knowledge, dan skill ( Spencer, 1993; Rothwell and Kazanas, 1993). 

Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Amstrong, 1990). Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimilki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik. Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. @


DAFTAR PUSTAKA
Australian Department of Labour (1974). Job Enrichment and Job Satisfaction: Selected Overseas Studies. Canberra:Australian Government Publishing Service.
Donovan, J.J. (2001). Work motivation. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial,
Work, and Organizational Psychology (pp. 53-76). London: Sage Publications.
Greenberg, J. (1990). Employee theft as a reaction to underpayment inequity: The hidden cost of paycuts. Journal of Applied Psychology, 75, 5, 561-568.
Hom, P.W., & Kinicki, A.J. (2001). Toward a greater understanding of how dissatisfaction drives employee turnover.
Academy of Management Journal, 44, 975-987.
Johns, G. (2001). The psychology of lateness, absenteeism, and turnover. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil 
(Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology (pp. 232-252). London: Sage Publications.
Judge, T.A., Parker, S., Colbert, A.E., Heller, D., & Ilies, R. (2001). Job satisfaction: A cross-cultural review. In N.
Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational Psychology (pp. 25-52). London: Sage Publications.
Rumah Belajar Psikologi http://rumahbelajarpsikologi.com Powered by Joomla! Generated: 6 December, 2010, 01:49
Landy, F.J. (1989). Psychology of Work Behavior. (4th ed.). Pacific Grove, California: Brooks/ Cole Publishing Company
Ludwig, T.D., & Geller, E.S. (1997). Assigned versus participative goal setting and response generalization: Managing injury control among professional pizza deliverers. Journal of Applied Psychology, 82, 253, 253-261.
Wright, P.L. (1991) Motivation in organizations. In M. Smith (Ed), Analysing Organizational Behaviour (pp. 77-102).
London: Macmillan Education Ltd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definisi Public Relations

Public relations (PR) yang diterjemahkan bebas menjadi hubungan masyarakat (Humas), terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara...