11/10/14

Pengelolaan Hubungan dengan Stakeholder 2

Hubungan dengan konsumen
Konsumen merupakan publik yang sangat penting bagi sebuah perusahaan/organisasi. Bahkan sebuah perusahaan bisa menjadi pailit bila ditinggalkan oleh konsumennya.

Lew Hahn, seorang pengusaha terkenal di Amerika Serikat, mengatakan bahwa sukses besar yang diraih suatu perusahaan disebabkan oleh konsumen, bukan oleh penjualannya sendiri. Setiap barang dapat saja dijual satu kali kepada seorang pembeli. Tapi sebuah perusahaan dinilai sukses bila bisa meningkatkan jumlah langganan yang membeli berulang kali (Effendy, 2002:112).

Sehubungan dengan hal tersebut, saat ini organisasi/perusahaan tidak hanya menawarkan produk berkualitas tinggi maupun servis yang baik sesuai permintaan konsumen, namun juga hubungan dengan konsumen yang akan memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga hubungan dengan konsumen akhirnya tidak hanya ditangani oleh Departemen Pemasaran saja, tapi juga oleh Departemen PR.

Pasar dewasa ini amat tergantung kepada konsumen, yakni mereka yang membeli produk perusahaan atau yang menggunakan jasa perusahaan/organisasi. Suatu perusahaan harus menganut pikiran bahwa konsumenlah pusat dari kegiatan bisnisnya. Segala upaya yang dilakukan dipusatkan untuk mendapatkan kepuasan konsumen (Kasali, 2003:77).

Yang disebut dengan konsumen di sini bukan hanya mereka yang menggunakan jasa atau membeli produk organisasi/perusahaan saja, namun juga perusahaan pembeli dalam partai besar yang disebut sebagai “pemasok sekunder”. Misalnya sebuah perusahaan produsen mobil yang membeli ban-ban mobilnya dari perusahaan lainnya (Jefkins, 2003:84).

Selain itu juga perlu diingat bahwa konsumen tidak hanya mereka yang sudah menjadi konsumen organisasi/perusahaan, namun juga mereka yang merupakan calon konsumen potensial dan juga para konsumen kompetitor organisasi/perusahaan kita.

Karena itu, untuk membina hubungan yang baik dengan konsumen, menjaga mereka tetap menjadi konsumen kita dan merangkul para konsumen baru diperlukan strategi tersendiri dengan program-program komunikasi yang direncanakan dan diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, kehendak dan perhatian para konsumen tersebut.


Strategi membina hubungan dengan konsumen
Mengingat konsumen suatu perusahaan/organisasi sangat mudah beralih kepada produk/penyedia jasa dari perusahaan/organisasi lain dengan berbagai alasan (harga lebih murah, mutu lebih baik, hadiah lebih bagus, dan lain-lain), maka praktisi PR perlu menerapkan kegiatan komunikasi baik melalui media massa maupun nirmassa untuk terus membina hubungan baik dengan para konsumen.

Strategi yang dapat diterapkan oleh para praktisi PR:
  1. Memastikan bahwa produk/jasa yang disediakan perusahaan benar-benar berkualitas tinggi dan sesuai dengan yang diiklankan/dipromosikan. Jika tidak, justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan dan membuat konsumen hilang kepercayaan dan meninggal-kan produk/jasa yang disediakan oleh perusahaan/organisasi kita (Effendy, 2002:113).
  2. Membuat program-program promosi yang tepat, menarik dan berkesinambungan, baik melalui media massa maupun langsung ke konsumen: (a) Kampanye PR/periklanan menggunakan berbagai media cetak & elektronik. Namun program iklan yang dipilih sebaiknya yang bersifat interaktif (melibatkan konsumen), seperti talk show di Radio dan televisi, kuesioner pembaca di media cetak, dan lain sebagainya. (b) Program kontak langsung antara perusahaan/organisasi dengan konsumen, antara lain dengan membuka kotak surat khusus, saluran telepon khusus yang dapat langsung melayani konsumen ataupun rubrik “Contact Us” di website. Contohnya adalah “Suara Konsumen” dari Unilever, nomor-nomor telepon bebas pulsa yang disediakan berbagai bank, dan lain-lain. (c) Direct Mail, yang memberitahukan secara personal kepada para konsumen tentang produk/jasa terbaru perusahaan/organisasi. (d) Acara-acara khusus seperti peluncuran produk baru ataupun sekedar acara “gathering” tahunan yang diadakan bagi konsumen istimewa perusahaan/organisasi. Contohnya “Secretary Gathering” yang sering diadakan secara berkala oleh hotel-hotel berbintang.
  3. Memantau kegiatan kompetitor perusahaan/organisasi. Praktisi PR harus rajin membaca berbagai media cetak, mendengarkan radio dan menonton televisi untuk mengetahui propaganda perusahaan lawan yang cenderung merebut publik yang sudah dibinanya.

Pengelolaan hubungan dengan konsumen/pelanggan pada saat krisis
Kadang-kadang suatu peristiwa krisis yang menimpa perusahaan memang tidak terkait langsung dengan konsumen perusahaan. Namun jika mereka membaca berita tersebut melalui media massa atau dari sumber-sumber lainnya, mereka akan membanjiri perusahaan dengan pertanyaan melalui telepon ataupun e-mail untuk menanyakan kebenaran berita, terutama bila mereka adalah pengguna produk/jasa setia dari perusahaan.

Seperti juga sikap terhadap publik internal, konsumen sebagai publik eksternal utama perusahaan, terutama mereka yang menjadi konsumen tetap perusahaan, seharusnya tidak mengetahui situasi krisis yang menimpa perusahaan dari media massa ataupun sumber-sumber lain.

Untuk menangani pemberian informasi kepada mereka, Departemen PR dapat bekerja sama dengan Departemen Pemasaran, khususnya para salesman/salesgirl (tenaga penjualan) & customer service. Sebelum berhubungan dengan konsumen, mereka diberi briefing terlebih dahulu mengenai situasi krisis yang menimpa perusahaan sehingga informasi yang disampaikan kepada seluruh konsumen adalah informasi yang sama (Sadgrove, 1997:207).

Untuk mengantisipasi membanjirnya telepon dan e-mail dari konsumen yang akan menyebabkan kegiatan operasional sehari-hari perusahaan menjadi terganggu, sebaiknya perusahaan segera membuka saluran telepon hotline yang khusus menangani pertanyaan konsumen yang akan dijawab oleh para staf pemasaran yg telah diberi briefing sebelumnya.

Perusahaan juga sebaiknya menambahkan layer khusus pada website perusahaan yang dapat terus meng-update informasi mengenai peristiwa krisis sehingga konsumen dapat terus mengikuti perkembangan situasi krisis yang menimpa perusahaan melalui internet. Selain itu, perusahaan juga harus segera memperbesar kapasitas layer “Contact Us” untuk meng-antisipasi banjirnya e-mail pertanyaan dari konsumen yang dapat mengakibatkan program tersebut hang.

Perusahaan juga dapat memasang iklan pemberitahuan kepada konsumen/pelanggan melalui berbagai media massa untuk mencapai audiens yang lebih luas. Namun pemilihan medianya harus disesuaikan dengan target pemasaran produk/servis perusahaan.

Bila peristiwa krisis terkait dengan produk perusahaan yang rusak/cacat, perusahaan harus segera menarik seluruh produknya dari pasar meskipun dapat mengakibatkan kerugian yang besar. Dan bagi konsumen yang terlanjur membeli/mengkonsumsi produk tersebut, perusahaan juga sebaiknya memberikan produk pengganti pada mereka ataupun kompensasi lainnya.




Pengelolaan Hubungan dengan Pemerintah
Dalam kegiatan PR, pemerintah dianggap sebagai publik yang penting bukan saja karena pemerintah adalah pengatur negara dan pembuat keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tetapi lebih dari itu, pemerintah terdiri atas orang-orang yang mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat dan kegiatan bisnis. Pemerintah pusat, propinsi, atau wali kota madya, dewasa ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap industri besar maupun kecil, mulai dari industri pertanian, elektronik, tekstil, jasa, transportasi sampai pada energi dan industri untuk ekspor. Bahkan di Amerika Serikat, tempat orang sangat percaya pada ekonomi pasar, perusahaan besar tetap merasa perlu berdekatan dengan pemerintah (Kasali, 2003:117).

Tujuan pendekatan dengan pemerintah antara lain (Ibid, hal. 118):
  1. Meningkatkan komunikasi dengan pejabat pemerintah dan lembaga tinggi negara.
  2. Memantau lembaga pembuat keputusan dan peraturan pada area yg mempengaruhi bidang usaha perusahaan.
  3. Mempengaruhi Undang-undang yang berdampak pada ekonomi rakyat & pelaksanaannya.
  4. Meningkatkan pemahaman antara para pembuat keputusan dengan pelaku bisnis.
  5. Mengurangi ketidakpastian karena tidak dapat membaca tanda-tanda peraturan.
  6. Mempercepat keluarnya keputusan yang menguntungkan perusahaan.
  7. Mencegah keluarnya peraturan yang merugikan perusahaan, atau setidaknya menunda peraturan tersebut hingga perusahaan benar-benar siap.
  8. Mendapatkan perlindungan dan pembelaan pada saat perusahaan menghadapi krisis.

Sedangkan pemerintah meskipun membuat peraturan yang membatasi dunia usaha, juga sering tampil membela sehingga dalam banyak kasus, pers sering menuding pemerintah terlalu berpihak kepada dunia usaha. Hal ini sering terjadi karena pemerintah mempunyai kepentingan terhadap dunia usaha, yakni (Ibid):
  1. Dunia usaha adalah penggerak pembangunan yang memutar roda perekonomian, yang diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang banyak.
  2. Dunia usaha dipungut pajak. Semakin besar perusahaan, tentu akan semakin besar pajak yang disetorkan kepada pemerintah.
  3. Dunia usaha adalah mitra pemerintah dalam mengelola hasil bumi dan kekayaan negara.

Kepentingan pemerintah yang besar pada dunia usaha sering dimanfaatkan oleh dunia usaha ketika menghadapi krisis. Beberapa krisis di Indonesia yang melibatkan campur tangan pemerintah antara lain (Ibid, hal. 118-121):
  1. Krisis isu lemak babi tahun 1988
  2. Krisis Bank Danamon tahun 1990
  3. Krisis PT. Newmont Minahasa Raya tahun 2004
  4. Krisis PT. Lapindo Brantas tahun 2006

Pemecahan masalah di atas akan lebih mudah bila dunia usaha mengenal betul pihak yang perlu dimintai bantuannya setiap saat. Sehingga pembinaan hubungan baik dengan pemerintah, terutama instansi-instansi terkait, mutlak diperlukan.

Suatu organisasi yang bergerak dalam bidang apapun, merupakan subsistem dari pemerintahan suatu negara tempat ia beroperasi. Sebagai subsistem, suatu organisasi harus menyesuaikan diri kepada sistem jika ingin terus hidup. Bila tidak, maka dengan sendirinya ia akan dilarang untuk hidup. Pemerintah mempunyai aparat untuk mengamankan sistemnya.

Sistem yang dianut suatu pemerintah tercermin dalam peraturan-peraturan, mulai dari derajat yang tertinggi sampai yang terendah.

Organisasi dan perusahaan yang beroperasi di Indonesia, baik asing maupun domestik, mutlak harus menyesuaikan diri kepada (Effendy, 2002:117-118):
  1. Undang-undang Dasar 1945, sebagai sumber dari seluruh ketentuan
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
  3. Undang-undang (UU)
  4. Peraturan Pemerintah (PP)
  5. Keputusan Presiden (Keppres)
  6. Peraturan Menteri
  7. Peraturan-peraturan lain yang berperingkat lebih rendah seperti peraturan direktur jenderal, peraturan gubernur, peraturan walikota atau bupati, dan sebagainya.
Untuk menguasai peraturan-peraturan pemerintah di atas, sebaiknya perpustakaan bagian PR suatu organisasi harus dilengkapi dengan buku, risalah, catatan, dan hal lain yang bersangkutan dengan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan pemerintah, terutama yang sangat erat kaitannya dengan organisasi tempat PR tersebut bekerja.

Oleh karena itu, seorang PR perlu menetapkan seorang petugas untuk menangani hal tersebut secara khusus karena data seperti itu harus dikompilasi secara berkesinambungan dan disusun sedemikian rupa sehingga apabila organisasi/perusahaan membutuhkannya, dapat dilayani secara cepat dan tepat. Dan harus diingat bahwa peraturan-peraturan tersebut tidak akan sama dari waktu ke waktu karena mereka akan mengalami revisi, penambahan, pengurangan dan sebagainya, sehingga praktisi PR perlu untuk update data-data yang dimiliki organisasi/perusahaaannya.

Selain mengkompilasi berbagai peraturan tersebut, praktisi PR juga harus mengetahui dan pada akhirnya menguasai peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dalam rangka mencegah terjadinya kegiatan organisasi/perusahaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah.


Membina hubungan dengan Pemerintah, baik pusat maupun daerah
Kegiatan kedua dalam melaksanakan hubungan dengan pemerintah (government relations) adalah membina hubungan dengan instansi-instansi pemerintah, baik di Pusat maupun di daerah. Yang dimaksud dengan membina hubungan adalah mengakrabkan diri dengan pimpinan instansi pemerintah yang terkait, setidak-tidaknya dengan PR instansi bersangkutan atau pejabat yang posisinya sangat berhubungan dengan kelangsungan organisasi/perusahaan tempat si praktisi PR bekerja. Karena itulah, praktisi PR harus bisa mengidentifikasi instansi pemerintah apa saja yang benar-benar berhubungan dengan perusahaan/organisasi tempatnya bekerja.

Tujuan pembinaan itu adalah, di satu pihak untuk melancarkan hubungan kerja bilamana suatu ketika diperlukan, memperlicin permohonan kalau suatu waktu diajukan, mempermudah pemecahan masalah jika suatu saat terjadi salah pengertian.
Pembinaan hubungan dengan pemerintah dapat dilakukan dengan (Effendy, 2002: 118-119):
  1. Melakukan kunjungan secara berkala.
  2. Mengirimkan kalender, agenda, berkala organisasi dan bahan publikasi lainnya.
  3. Mengirimkan kartu ucapan sesuai hari raya pejabat terkait.
  4. Mengucapkan selamat bila si pejabat mendapat promosi dan sebagainya.
  5. Mengucapkan belangsungkawa bila ada kerabat si pejabat yang wafat.
  6. Menyelenggarakan pertandingan olah raga persahabatan.
  7. Mengundang pejabat terkait mengunjungi kantor, pabrik, lokasi pertambangan, atau  outlet perusahaan, terutama bila ada yang baru diresmikan.
  8. Mengundang pejabat terkait ke acara-acara perusahaan terutama bila ada peresmian properti baru perusahaan maupun peluncuran produk/pelayanan baru.

Dengan contoh-contoh kegiatan di atas, seorang praktisi PR akan dikenal oleh pejabat-pejabat pemerintahan. Dan sebaiknya tugas untuk berhubungan dengan para pejabat pemerintahan ini tidak diwakilkan kepada staf si praktisi PR karena akan mengurangi rasa hormat dari para pejabat tersebut.


Dan bila perusahaan/organisasi memiliki cabang-cabang di daerah, praktisi PR juga harus menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah daerah dan jangan melepaskan tanggung jawab tersebut hanya kepada pimpinan cabang. Praktisi PR setidaknya pernah mengunjungi pemerintah daerah tempat cabang-cabang perusahaannya berada dan mengenal pejabat-pejabat terkait. Sehingga bila perusahaan pusat mengeluarkan program baru yang juga harus diterapkan ke seluruh cabang, implementasinya akan lebih mudah dengan dukungan pemerintah daerah, misalnya untuk masalah perizinan.


Pengelolaan hubungan dengan pemerintah pada saat krisis
Inti dari pengelolaan hubungan dengan para pejabat pemerintah dari departemen-departemen yang terkait dengan operasional perusahaan kita juga sama dengan publik lainnya, yakni jangan sampai mereka mengetahui situasi krisis yang menimpa perusahaan dari media massa ataupun sumber-sumber lainnya.

Perusahaan sebaiknya memberitahu departemen pemerintah dan para pejabat terkaitnya segera setelah peristiwa krisis terjadi untuk dua hal berikut ini:
  1. Mencegah intervensi pemerintah yang terlalu jauh pada masalah yang menimpa perusahaan akibat tekanan masyarakat.
  2. Atau justru sebaliknya, meminta dukungan pemerintah dalam menghadapi situasi krisis dan menghadapi masyarakat serta korban-korban krisis pada khususnya.

Karena itulah, perusahaan seharusnya sudah menyiapkan daftar nama, jabatan, alamat dan nomor telepon para pejabat terkait dari departemen-departemen pemerintah agar mudah menghubungi mereka bila suatu peristiwa krisis menimpa perusahaan sewaktu-waktu.

Informasi awal tentang peristiwan krisis mungkin masih dapat disampaikan kepada para pejabat terkait tersebut menggunakan telepon ataupun fax karena waktu yang sangat sempit (e-mail tidak disarankan karena kemungkinan si pejabat tidak sedang membuka internet). Namun setelahnya, perusahaan harus mendatangi dan menjelaskan peristiwa krisis tersebut secara personal kepada para pejabat terkait. Bila perlu, perusahaan menunjuk satu orang khusus untuk tugas ini.

Bila krisis berhubungan dengan peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan, perusahaan sebaiknya menunjuk satu orang yang akan menjadi “Government Relations” untuk melobi pemerintah agar peraturan tersebut tidak keluar atau setidaknya dapat ditunda hingga perusahaan benar-benar siap. Dalam menghadapi hal ini, perusahaan juga dapat meminta dukungan perusahaan-perusahaan sejenis yang tergabung dalam suatu asosiasi untuk bersama-sama maju menghadap ke departemen pemerintah terkait.


Pengelolaan Hubungan dengan Komunitas
Masyarakat sekitar (komunitas lokal) adalah masyarakat yang bermukim atau mencari nafkah di sekitar pabrik, kantor, gudang, tempat pelatihan, tempat peristirahatan atau di sekitar aset perusahaan/organisasi lainnya. Dalam pelaksanaan fungsi PR, komunitas lokal ini dipandang sebagai suatu kesatuan dengan perusahaan yang memberi manfaat timbal balik (Kasali, 2003:127).

Hubungan timbal balik tersebut bukanlah melulu berarti bahwa suatu komunitas adalah kumpulan orang-orang yang saling berbagi dalam memanfaatkan suatu fasilitas. Lebih jauh, komunitas adalah suatu organisme sosial yang saling berinteraksi. Hubungan timbal balik tersebut mempengaruhi pola pekerjaan PR, sehingga pada jenis industri yang sama bisa jadi penekanan peran PR berbeda cukup jauh (Ibid).

Wilbur J. Peak dalam karyanya “Community Relations” yang dimuat dalam Lesly’s Public Relations Handbook, mendefinisikan hubungan dengan komunitas/masyarakat sekitar organisasi/perusahaan sebagai berikut (Effendy, 2002:114): “Hubungan dengan komunitas, sebagai fungsi hubungan masyarakat, merupakan partisipasi suatu lembaga yang terencana, aktif dan sinambung dengan dan di dalam suatu komunitas untuk memelihara dan membina lingkungannnya demi keuntungan kedua pihak, lembaga dan komunitas.”

Definisi di atas menunjukkan bahwa hubungan dengan masyarakat sekitar berorientasi kepada kegiatan (action oriented) yakni kegiatan yang dilakukan oleh organisasi/perusahaan, dengan PR sebagai pelaksananya, bersifat partisipatif. Dengan partisipasi itu, maka keuntungan bukan hanya pada organisasi/perusahaan saja, tetapi juga pada lingkungan/ masyarakat di sekitarnya (Ibid).

Mengapa perusahaan/organisasi perlu membina hubungan dengan masyarakat sekitar? Karena mereka yang merasakan hubungan baik dengan perusahaan/organisasi akan memberi keuntungan yang tidak sedikit. Pasokan tenaga kerja yang sehat, yang mengenal perusahaan secara dekat dan tinggal dekat perusahaan adalah salah satunya.

Namun pada hakikatnya, hubungan dengan komunitas adalah “menitipkan diri” kepada lingkungan, kepada penduduk sekitar, agar tidak mengganggu dan bahkan bersama-sama menjaga keharmonisan hidup berdampingan. Namun tentu saja perusahaan/organisasi harus memperhatikan kepentingan penduduk, dan untuk mengetahui kepentingan mereka, praktisi PR harus mengenal dan akrab dengan mereka. Dengan saling mengenal, bila ada masalah yang timbul, akan dapat lebih mudah diselesaikan. Apalagi bila perusahaan/ organisasi tempat kita bekerja sangat rawan terhadap isu komunitas karena memiliki pabrik yang dapat menghasilkan limbah dan suara bising yang berpotensi menganggu masyarakat sekitarnya, contohnya (Ibid, hal.116).

Scott M. Cutlip & Allen H. Center dalam bukunya Effective Public Relations edisi ke-4 mengatakan bahwa organisasi/perusahaan perlu mengetahui kesejahteraan apa yang didambakan oleh komunitas sekitar. Kepentingan komunitas itu tercakup dalam sebelas unsur di bawah ini (Ibid, hal. 115):
  1. Kesejahteraan komersial
  2. Dukungan agama
  3. Lapangan kerja
  4. Fasilitas pendidikan yang memadai
  5. Hukum, ketertiban dan keamanan
  6. Pertumbuhan penduduk
  7. Perumahan beserta kebutuhannya yang sesuai
  8. Kesempatan berekreasi dan berkebudayaan yang bervariasi
  9. Perhatian terhadap keselamatan umum
  10. Penanganan kesehatan yang progresif
  11. Pemerintah ketataprajaan yang cakap

Cutlip & Center juga menekankan pentingnya partisipasi yang nyata dari perusahaan/ organisasi terhadap masyakat sekitarnya. Partisipasi bisa bermacam-macam bentuk dan kegiatannya. Contohnya adalah yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Santoso S. Hamidjojo, M.Sc. & A. Iskandar dalam Beberapa Catatan tentang Partisipasi Masyarakat berikut (Ibid):
  1. Partisipasi Buah Pikiran, contohnya dengan kunjungan ke masyarakat sekitar, pertemuan dengan para pemuka adat komunitas setempat ataupun rapat dengan wakil dari masyarakat sekitar untuk membicarakan berbagai kemungkinan kerjasama.
  2. Partisipasi Tenaga, bisa dalam bentuk gotong royong antara karyawan perusahaan/organisasi untuk memperbaiki atau membangun sarana yang diperlukan oleh masyarakat, maupun dalam bentuk pertolongan kepada orang lain yang terkena musibah, seperti musibah kebakaran, banjir, dan sebagainya.
  3. Partisipasi Harta Benda, seperti menyumbang bagi perbaikan ataupun pembangunan sarana yang diperlukan oleh masyarakat sekitar, mulai dari sarana beribadah, sarana pendidikan hingga sarana rekreasi (lapangan olah raga), pemberian sponsor hingga ke dalam bentuk pertolongan seperti sumbangan kepada panti asuhan yang berada di sekitar perusahaan/organisasi.
  4. Partisipasi Ketrampilan & Kemahiran, yakni dapat diberikan perusahaan/organisasi untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri yang terdapat di masyarakat sekitar.
  5. Partisipasi “Sosial”, yang diberikan perusahaan/organisasi sebagai tanda simpati seperti turut serta dalam arisan warga, koperasi, melayat, menghadiri pernikahan, dan sebagainya.
Dari paparan di atas tampak bahwa partisipasi tidak melulu berbentuk tenaga untuk secara bersama-sama menyelesaikan sesuatu. Namun juga bisa dalam bentuk pikiran, benda, uang ataupun partisipasi sosial.

Menurut John E. Marston dalam bukunya Modern Public Relations, ada beberapa hal yang diharapkan masyarakat dari suatu industri (Kasali, 2003:139-140):
  1. Pendapatan. Komunitas mengharapkan adanya perputaran uang melalui gaji karyawan lokal, melalui pembelian dari pemasok lokal dan melalui pembayaran pajak.
  2. Penampilan. Komunitas mengharapkan perusahaan/organisasi membangun gedung yang enak dipandang, sehingga tidak merusak pemandangan daerahnya.
  3. Partisipasi. Komunitas mengharapkan interaksi dengan perusahaan/organisasi. Hal ini sudah dibahas dengan lebih detil di atas.
  4. Stabilitas. Masyarakat menginginkan adanya kesinambungan dan pertumbuhan usaha yang stabil agar hubungan mereka dengan perusahaan/organisasi juga tidak terputus akibat industri tersebut bangkrut misalnya.
  5. Kebanggaan. Komunitas mengharapkan perusahaan/organisasi dapat menjadi kebanggaan daerahnya. Contohnya: Djarum Kudus.

Dan sebaliknya, dari komunitas, perusahaan/organisasi mengharapkan akan mendapatkan perlakuan yang wajar sebagai warga kota; perlindungan terhadap tindak kekerasan, pemerasan dan perusakan oleh massa; pengenaan pajak yang wajar; lingkungan kehidupan yang sehat bagi karyawannya; tenaga kerja yang sehat, jujur dan terampil; serta terlindung dari kejadi tak terduga seperti kebakaran, bencana alam, dan sebagainya. 


Pengelolaan hubungan dengan komunitas pada saat krisis
Suatu peristiwa krisis memang belum tentu akan terkait langsung dengan komunitas sekitar pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Namun bila perusahaan terancam tutup akibat peristiwa krisis yang menimpanya, setidaknya akan mempengaruhi komunitas sekitar yang mungkin selama ini menggantungkan hidupnya pada perusahaan tersebut.

Pengelolaan hubungan dengan mereka harus lebih intens lagi jika peristiwa krisis yang menimpa perusahaan memang terkait dengan komunitas sekitar ini. Contohnya adalah berbagai berikut:
  1. Perusahaan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Contoh: kasus PT. Newmont Minahasa Raya yang mencemari Teluk Buyat.
  2. Perusahaan menyebabkan stabilitas kehidupan masyarakat sekitarnya terganggu. Contoh: kasus TPST Bojong yang kehadirannya ditolak oleh warga.
  3. Perusahaan mengeluarkan kebijakan baru yang ditentang oleh komunitas sekitarnya. Contoh: pelarangan pedagang asongan berjualan di kawasan Taman Impian Jaya Ancol yang mengakibatkan adanya demo dari perkumpulan pedagang asongan tersebut yang mayoritas bertempat tinggal di sekitar kawasan Ancol.

Beberapa contoh di atas akan mengakibatkan penolakan terhadap kehadiran serta operasional perusahaan di daerah mereka.

Sama seperti halnya pengelolaan hubungan dengan pemerintah, perusahaan sebaiknya sudah mengetahui dan mengenal baik orang-orang yang mempunyai kekuasaan tertinggi ataupun memiliki pengaruh besar di komunitas sekitar perusahaan, seperti ketua adat, penghuni paling tua atau paling senior, penghuni yang suaranya paling vokal, dan sebagainya, sebelum bangunan perusahaan didirikan di daerah tersebut.

Segera setelah peristiwa krisis terjadi, perusahaan harus segera mendekati mereka untuk menjelaskan situasi dan meminta dukungan mereka terhadap masalah tersebut dalam menghadapi masyarakat sekitar yang mereka wakili. Bila dirasa perlu, perusahaan juga dapat menunjuk satu orang khusus yang bertugas sebagai “Community Relations”.

Untuk mencegah kemarahan masyarakat sekitar, sebaiknya biarkan orang yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memiliki pengaruh besar tersebut berbicara terlebih dahulu kepada mereka. Setelah itu, hanya bila dirasa perlu, wakil dari perusahaan dapat turut memberikan penjelasan kepada masyarakat sekitar perusahaannya tersebut.

Bagi komunitas, berlaku hal yang sama seperti perlakuan kepada konsumen, yaitu perusahaan harus memberikan kompensasi tertentu kepada komunitas sesuai dengan tuntutan mereka yang tentu saja sudah disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas perusahaan.



DAFTAR REFERENSI
Effendy, Drs. Onong Uchjana. Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikologis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Jefkins, Frank disempurnakan oleh Daniel Yadin. Public Relations.  Edisi Kelima. Terjemahan Haris Munandar, M.A. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.

Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 2003.

Sadgrove, Kit. The Complete Guide to Business Risk Management. Mumbai: Jaico Publishing House, 1997.

Artikel-artikel dari internet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Definisi Public Relations

Public relations (PR) yang diterjemahkan bebas menjadi hubungan masyarakat (Humas), terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara...